Senin, 03 Agustus 2015

Pendakian Ceria Papandayan

Mendaki gunung merupakan aktivitas yang disukai banyak traveler. Kegiatan ini merupakan salah satu olahraga yang tergolong ekstrem. Aktivitas ini berbeda dari kegiatan travelling biasa. Pendaki gunung dituntut memiliki fisik dan mental yang kuat, serta perlengkapan pendakian yang memadai. Ada baiknya pendaki pemula memilih gunung yang tidak terlalu berat medannya sebagai sarana latihan. Begitu pula dengan saya sendiri. Karena belum pernah mendaki gunung, maka saya dan beberapa teman mencoba untuk berlatih mendaki di Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Sudah dari SMA saya mendambakan bisa mendaki gunung, dan akhirnya kesampaian saat ini. Saya memang perlu berlatih mendaki gunung, karena saya memiliki impian untuk mendaki The Seven Summit of Indonesia. Terlihat ambisius, namun itulah tujuan saya. Oke, kita langsung saja ke lokasi yang ingin dituju, yaitu Gunung Papandayan.

Sedikit Spoiler Mengenai Papandayan

Gunung Papandayan biasa dijadikan sarana latihan bagi pendaki pemula. Treknya cocok untuk pemula dengan ketinggian 2.665 meter di atas permukaan laut (mdpl). Selain itu, jaraknya relatif dekat dari Jakarta. Perjalanan kami mulai pada 31 September 2013. Saya ditemani oleh dua orang teman satu jurusan, yaitu Galih dan Ponco. Galih sudah pernah mendaki gunung, sedangkan Saya dan Ponco benar-benar pemula. Kami mulai perjalanan dari Kampus UI pada pukul 19.00 WIB. Tidak lupa kami menyiapkan fotokopi KTP untuk registrasi nanti. Dari Jalan Margonda Depok, kami menaiki angkot merah S15 tujuan Terminal Kampung Rambutan.

Terminal Kampung Rambutan merupakan terminal terbesar di Asia Tenggara. Aktivitas di terminal ini tidak pernah sepi bahkan saat malam hari. Kami bertiga menaiki bus Primajasa tujuan Garut dengan ongkos sebesar 40 ribu rupiah per orang. Kami berangkat sekitar jam 11 malam dan sampai di Terminal Guntur hanya dalam waktu tiga jam.

Tidak terasa perjalanan Jakarta-Garut begitu cepat. Jam masih menunjukkan pukul 2 pagi. Kami pun memutuskan untuk menggelar matras dan sleeping bag di sebuah masjid di Terminal Guntur. Kami beristirahat sekalian menunggu angkutan untuk menuju ke daerah Cisurupan.

Memasuki pukul 05.00 WIB, kami bangun dan langsung mencari angkutan menuju Cisurupan. Ada beberapa angkot yang dapat digunakan. Tarif angkot dari Terminal Guntur ke Cisurupan sebesar 10 ribu rupiah. Begitu sampai di Cisurupan, kami bertiga menyempatkan mandi dan membeli bekal nasi di Pasar Cisurupan. 

Dari Cisurupan, pendaki masih harus naik ojek atau mobil bak menuju ke Camp David (pos registrasi Papandayan). Menaiki mobil bak harganya lebih murah, namun mobil harus terisi penuh dulu untuk bisa jalan. Karena pendaki saat itu hanya ada kami bertiga, maka kami hanya bisa naik ojek. Tarif ojek sebesar 30 ribu rupiah per motor. Perjalanan menuju Camp David didominasi oleh jalan berlubang yang kedalamannya mencapai 30 cm. Karena para akang ojek sudah katam, maka mereka sangat lihai memilih jalan yang lebih mulus.

Kami pun sampai di Camp David. Kami langsung melakukan registrasi. Tiket masuk seharga 2 ribu rupiah per orang dan harus menyertakan fotokopi KTP. Hari itu adalah hari Jumat, sehingga pendaki sangat jarang. Hanya ada kami bertiga yang melakukan pendakian saat itu.

Makasih Mang, Sudah Mengantar...

Menara Pandang di Camp David

Kami pun memulai pendakian sekitar jam 8 pagi. 30 menit pertama, kami disajikan pemandangan tanah tandus dan asap belerang. Sama sekali belum ada pepohonan. Pada hari itu, Gunung Papandayan seakan milik kami sendiri, karena tidak ada pendaki lain. Karena kami bertiga bukan pendaki pro, maka capek sudah pasti terjadi. Tapi, karena itu lah akhirnya kami mengetahui rasanya naik gunung.




Pos pendakian yang biasa digunakan untuk kemping di Papandayan adalah Pondok Salada. Pendakian dari Camp David ke Pondok Salada kira-kira memakan waktu 2-3 jam. Kami tiba di Pondok Salada sekitar jam 11 pagi. Hanya ada dua rombongan di Pondok Salada saat itu, yaitu rombongan kami dan satu ronbongan lain (yang tendanya goyang-goyang, gatau deh tuh lagi ngapain hehehe). Kami langsung menggelar tenda dan menjemur pakaian yang basah karena keringat. Karena saking capeknya, kami memutuskan untuk tidur. Sekalian untuk mengisi tenaga, karena kami akan menuju ke puncak Papandayan pada pukul 1 siang.



Setelah tenaga terisi penuh, summit attack kami mulai sekitar jam 1 siang. Trek menuju ke puncak sangat berbeda dengan trek saat menuju ke Pondok Salada. Trek dari Camp David-Pondok Salada relatif landai dan tandus. Sedangkan trek menuju puncak didominasi oleh hutan lebat dan sangat menanjak. Kami harus memanjat batu yang tingginya hampir setinggi kepala. Sekitar jam 3 sore, kami akhirnya mencapau puncak. Berbeda dengan puncak gunung pada umumnya, puncak Papandayan berupa dataran savana. Meskipun demikian, keindahannya tetap luar biasa.







Setelah puas foto-foto di puncak, kami kembali ke Pondok Salada pada pukul 16.00 WIB. Sudah ada dua rombongan tambahan yang tiba di Pondok Salada. Akhirnya kami tidak sendirian di malam nanti hihihi. 

Sebagai seorang pejalan dan bagian masyarakat Indonesia, maka silaturahmi itu penting. Saya mencoba berkenalan dengan beberapa rombongan yang baru tiba. Ya walaupun cuma basa-basi, mengobrol dengan sesama pejalan merupakan hal penting untuk menambah kenalan dan keakraban. 

Ternyata memang benar, cuaca gunung di musim kemarau justru malah lebih dingin. Pada malam hari, kami bertiga tidak bisa tidur saking dinginnya. Bahkan embun yang menempel di ranting saja sampai membeku. Si Ponco yang tidak punya sleeping bag, hanya tidur menggunakan sarung (dewa banget tuh orang). Ya ini harus dijadikan pelajaran untuk kedepannya. Jika ingin mendaki gunung, sebaiknya kita melengkapi diri dengan peralatan standar, jangan tanpa persiapan. Untuk mengusir hawa dingin, kami menyalakan kompor untuk membuat mie instan dan energen.



Keesokan harinya, tanggal 2 Oktober 2013, kami harus pulang ke Jakarta. Kami berpamitan kepada beberapa rombongan yang berada di Pondok Salada. Untuk kembali menuju Camp David, kami memilih rute yang berbeda, yaitu melalui Hutan Mati. Pemandangan di sini sungguh luar biasa. Ini buktinya:




Karena kami turun pas hari Sabtu, ternyata Papandayan saat itu dipenuhi banyak pendaki. Kalau dihitung-hitung ada lebih dari seratus pendaki yang naik pada saat itu. Gak kebayang gimana penuhnya Pondok Salada nanti. Tips untuk yang ingin mendaki ke Papandayan, sebaiknya hindari mendaki saat akhir pekan, karena ramenya gak karuan. Untuk kalian yang ingin mendaki, Papandayan merupakan gunung yang relatif cocok untuk pemula. Meskipun demikian, pemandangan yang disajikan sangat indah (menurut saya ini salah satu yang terindah di Pulau Jawa). Sangat cocok juga untuk wisata keluarga. Sekian cerita dari saya, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar