Sabtu, 08 Agustus 2015

Ninggalin Skripsi demi 3.805

Skripsi......Bagi mahasiswa tingkat akhir, mungkin kata ini sangat sensitif di telinga. Skripsi ibarat api pencucian dosa yang harus dilalui mahasiswa untuk meraih gelar sarjana. Bagi mahasiswa paling pintar di kampus sekalipun, skripsi tetaplah tugas yang sangat sulit untuk diselesaikan, Tingkat kesulitannya hampir sama dengan tingkat kesulitan misi terakhir GTA San Andreas (itu pun sudah pakai cheat loh huahahaha). Begitu juga dengan saya. Sebagai mahasiswa semester 8, skripsi merupakan tahap terakhir sebelum saya mendapat gelar sarjana. Memang susah ya jadi pekerja kantoran atau mahasiswa yang hobinya jalan-jalan. Di tengah kesibukan, pasti terbersit keinginan untuk pelesiran, entah jarak dekat ataupun jauh.

Di saat saya sedang menjalani misi terakhir sebagai mahasiswa, saya juga harus menjalani misi yang sudah lama saya impikan, yaitu mendaki Gunung Kerinci. Bagi saya, skripsi adalah tugas besar yang harus saya tunaikan sebagai bentuk tanggung jawab kepada orangtua. Saya sudah bertekad sebelumnya bahwa saya tidak akan jalan-jalan selama masa pengerjaan skripsi, supaya dapat fokus dan skripsi selesai tepat waktu. Di saat yang sama, saya juga telah ada janji dengan teman-teman backpacker untuk mendaki Gunung Kerinci. Janji itu sudah dibuat pada akhir tahun 2014, sebelum masa pengerjaan skripsi saya berlangsung. Ada tanggung jawab kepada orangtua yang harus saya tunaikan, namun saya juga sadar bahwa kesempatan mendaki Kerinci mungkin tidak datang dua kali. Karena waktu dan kesempatan yang terbatas, akhirnya saya memutuskan untuk menjalani kedua misi ini secara bersamaan.

Gunung Kerinci Gagah Menjulang

Gunung Kerinci....Ya, ini lah gunung berapi yang menjadi titik tertinggi Pulau Sumatra. Gunung ini memiliki ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki puncak tertinggi kedua di Indonesia setelah Puncak Jaya, Papua. Saya pikir mendaki Kerinci adalah ide yang sangat gila. Gunung Kerinci bukanlah Gunung sembarangan untuk pendaki kurang pengalaman seperti saya ini. Kerinci terkenal akan treknya yang ganas, sehingga dibutuhkan pengalaman yang mumpuni untuk mendakinya. Tapi mau bagaimana lagi, mendaki Kerinci merupakan angan-angan saya semenjak masih SMA. Waktu itu, saya diracuni oleh tayangan Jejak Petualang Survival, yang mana sang host, yaitu Tio, berhasil mencapai atap Pulau Sumatra tersebut. Kesuksesannya menggapai puncak Kerinci menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, Gunung Kerinci merupakan rumah bagi satwa endemik Indonesia yang terancam punah, yaitu Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae). Kan lumayan seru juga kalau melihat Harimau secara langsung di habitat aslinya (ini pikiran ekstrem saya, jangan ditiru ya hehehe). Sejak saat itu, saya selalu bermimpi untuk dapat menjejakkan kaki di 3.805 mdpl.

Gunung Kerinci merupakan gunung berapi yang masih aktif hingga saat ini. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Seperti dikutip dari laman Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (http://www.dephut.go.id), Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah hingga ekosistem sub-alpin, serta terdapat beberapa ekosistem yang khas seperti rawa gambut, rawa air tawar, dan danau. Masyarakat Indonesia juga patut berbangga karena Taman Nasional Kerinci Seblat telah menjadi Situs Warisan Dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2004 (meskipun status tersebut santer akan dicabut karena rusaknya hutan Sumatra akibat perambahan liar).

www.unesco-kids.com/

Mimpi saya untuk mendaki Kerinci mulai terealisasi pada April 2015. Sehabis saya pulang dari Rinjani pada Agustus 2014, saya ingin mencoba gunung yang lebih tinggi, yaitu Kerinci. Saya pikir, pengalaman mendaki saya sudah lumayan cukup setelah dapat menggapai puncak Anjani. Kebetulan teman mendaki saya saat di Rinjani, yaitu Febri, memiliki keinginan yang serupa untuk mendaki Kerinci. Kami pun menggodok rencana untuk mendaki gunung berapi tertinggi di Indonesia ini pada bulan November 2014. Saat itu, skripsi saya belum dikerjakan. Pendakian Kerinci ini kurang lebih membutuhkan waktu persiapan selama tujuh bulan. Persiapan dilakukan dengan merekrut peserta, menyiapkan logistik, mengumpulkan informasi tentang kondisi akomodasi di lapangan, membeli tiket pesawat, dan lain-lain.

Sebuah trip tidak akan terlaksana tanpa adanya peserta yang cukup. Setelah membuat ajakan di berbagai media sosial. Akhirnya ada sembilan peserta yang bergabung, yaitu:
-saya
-Febri (Bekasi)
-Bang Sony (Jakarta),
-Kak Tere (Jakarta)
-Oza (Kalimantan Selatan),
-Eko (Kalimantan Selatan. Eko ini baru pertama kali naik gunung, dan gunung pertamanya langsung Kerinci! Prok prok prok)
-Iqbal (Pekanbaru)
-Bang Agus (Pekanbaru)
-Bang Bowo (Kalimantan Timur. Bang Bowo ini temannya Oza dan merupakan peserta dadakan. Baru memutuskan ikut ke Kerinci pada H-1. Saat sudah berangkat pun, kami belum tahu bahwa ada peserta baru),

Setelah peserta komplet, maka kami sepakat untuk memulai perjalanan dari tanggal 23 April 2015 dan selesai pada 30 April 2015. Sebetulnya, periode tersebut merupakan periode yang mana saya harus mengumpulkan data skripsi di lapangan. Saya berkuliah di Kota Depok, dan saya memilih Kabupaten Kulon Progo sebagai lokasi penelitian skripsi saya. Jarak Depok-Kulon Progo sangat jauh, sehingga saya berpikir mengenai nasib skripsi saya ini. Meskipun demikian, bagi saya, komitmen adalah hal yang harus dipegang teguh. Komitmen terkait dengan integritas diri. Jangan sekali-sekali Anda berani berjanji kepada orang banyak, namun menepati janji kepada orang terdekat saja tidak bisa (kenapa jadi serius banget gini ya hehehe). Ya begitulah, bagi saya janji sekecil apapun tetap harus ditepati. Karena saya sudah berjanji dengan teman-teman untuk ikut, maka saya tetap berangkat ke Kerinci. Apabila saya tidak jadi berangkat, pasti tim akan kerepotan, karena biaya share cost akan bertambah.

Saya juga tetap bertanggungjawab terhadap tugas skripsi saya. Karena pada tanggal 23 April 2015 saya harus berangkat, maka saya mengerjakan skripsi saya lebih cepat daripada teman-teman saya yang lain. Puji Tuhan, saya selesai mengumpulkan data di Kulon Progo pada akhir Maret 2015. Oleh karena itu, saya dapat tetap fokus mengerjakan skripsi dan menyiapkan keberangkatan ke Kerinci. Sehari sebelum keberangkatan, akhirnya saya berhasil mengumpulkan draft skripsi saya ke dosen pembimbing untuk dikoreksi. Karena sudah mengumpulkan draft skripsi, akhirnya saya dapat berangkat ke Kerinci dengan tenang, yeeaayyy.

Rute perjalanan dari Kota Padang ke Kayu Aro

Bahas skripsi malah bikin pusing. Langsung saja kita membahas tujuan. Gunung Kerinci terletak di perbatasan Sumatra Barat dan Jambi, tepatnya berada di Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Untuk menuju Kerinci, kita dapat memulai perjalanan dari tiga Kota besar yang berada paling dekat dengan Gunung tersebut, yaitu: Kota Padang (Provinsi Sumatra Barat), Jambi, atau Sungai Penuh (Provinsi Jambi). Tim kami sepakat untuk janjian di Basecamp Jejak Kerinci yang terletak di Desa Kersik Tuo. Bang Agus dan Iqbal yang tinggal di Pekanbaru memilih untuk langsung berangkat ke Kersik Tuo. Oza dan Eko sudah janji dengan kami untuk ketemuan di Kota Padang. Saya, Febri, Bang Sony, dan Kak Tere sepakat untuk memulai perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta (Bang Bowo juga naik pesawat dari sini, namun kami belum menyadari, karena kami belum tahu bahwa ada peserta baru).

Apabila memulai perjalanan dari Jakarta, kita dapat menggunakan moda transportasi darat atau udara. Bila menggunakan transportasi darat dari Jakarta, maka membutuhkan waktu 2-3 hari perjalanan untuk sampai di Desa Kersik Tuo. Karena saya dan beberapa teman lain memiliki kesibukan, maka kami memilih menggunakan moda transportasi udara supaya dapat kembali ke Jakarta lebih cepat. Tidak apalah mahal sedikit, yang penting skripsi kelar hehehe. Kami memilih penerbangan dari Jakarta menuju ke Kota Padang. Pendaki biasanya memilih berangkat dari Kota Padang, karena jarak Padang-Kersik Tuo lebih dekat daripada jarak Jambi-Kersik Tuo.

Hari Pertama (23 April 2015)
Hari pertama perjalanan saya mulai dari Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa peserta dari Jakarta, yaitu saya, Febri, Kak Tere, dan Bang Sony (dan Bang Bowo) berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta. Saya, Febri, dan Kak Tere berangkat pukul 05.50 WIB dengan maskapai Lion Air. Di Bandara, sebenarnya saya sudah melihat Bang Bowo, bahkan kami satu pesawat. Waktu itu, dia menenteng tas keril juga. Namun, saya tidak mengira bahwa ia adalah bagian dari tim kami, karena saya tidak mengetahui bahwa ada peserta baru. Ternyata, Bang Bowo berangkat dari Samarinda, dan transit di Jakarta untuk berganti pesawat.

Saya sebenarnya sangat ngantuk, karena hanya tiduran sebentar di Bandara. Meskipun demikian, saya tidak bisa tidur selama di dalam pesawat. Saya tidak tidur karena selalu membayangkan akan menginjakkan kaki pertama kali di Pulau Sumatra. Saya juga melihat panorama Pegunungan Bukit Barisan yang tersedia di jendela pesawat. Benar-benar sangat indah. Perjalanan ke Kota Padang memakan waktu sekitar 1,5 jam. Setelah tiba di Bandara Minangkabau, saya, Febri, dan Kak Tere menuju ke pool travel Safa Marwa yang berada di pusat Kota Padang. Kami memang sudah sepakat akan menggunakan travel ini untuk menuju ke Desa Kersik Tuo. Dari Bandara Minangkabau, kami naik bus Damri menuju ke pool travel Safa Marwa yang terletak di pusat Kota Padang. Di sini, sudah ada Oza dan Eko yang menunggu kami. Kebetulan, Oza dan Eko sudah sampai di Sumatra Barat beberapa hari sebelumnya untuk travelling.

Karena masih menunggu Bang Sony, maka kami menyempatkan diri untuk belanja logistik. Lumayan unik juga Kota Padang ini, karena tidak ada Alfamart, Indomaret, atau sejenisnya, sehingga kami sulit mencari logistik. Mungkin ini kebijakan dari Pemerintah Daerah untuk melindungi pedagang tradisional. Meskipun demikian, akhirnya kami mendapati sebuah warung yang menjual logistik. Kami pun membeli lauk pauk, gas untuk masak, dan air mineral. Di Kota Padang, akhirnya saya juga berkesempatan untuk mencicipi nasi padang langsung dari tempat asalnya. Biasanya kan saya hanya makan masakan padang di Pulau Jawa saja. Ternyata nasi padang di Kota Padang berbeda dengan yang ada di Jawa sana. Rendang dan bumbunya berwarna hitam, sedangkan di Jawa berwarna kecoklatan. Harganya ternyata hampir mirip dengan yang ada di Jawa. Saya memesan nasi padang plus lauk rendang, dan harganya Rp 16 ribu. Namun ternyata, setelah saya cicipi, saya merasa bahwa lebih enak nasi padang yang ada di Jawa daripada yang ada di sumber aslinya. Aneh juga saya pikir. Mungkin lidah saya beda kali ya hehehe.

Bang Sony akhirnya tiba di Safa Marwa sekitar jam 2 siang. Tanpa basa-basi, kami langsung berangkat menuju Desa Kersik Tuo supaya tidak sampai terlalu malam. Perjalanan dilalui dengan melewati Pegunungan Bukit Barisan. Rute dihiasi oleh hutan hujan tropis khas Sumatra dan beberapa sungai berarus deras. Kita juga dapat melihat Danau Diatas dan Danau Dibawah yang merupakan salah satu tempat wisata unggulan Sumatra Barat (sayang gak sempat turun untuk foto-foto).

Sungai Berarus Deras. Mungkin cocok nih buat rafting

Kami sampai di Desa Kersik Tuo sekitar pukul 8 malam. Kami turun di Basecamp Jejak Kerinci. Basecamp ini biasa digunakan untuk singgah para pendaki Kerinci. Tidak ada tarif yang dipatok untuk singgah di sini. Pemilik rumah ini ialah seorang ibu (kami memanggilnya Bude) dan beberapa orang anaknya yang kebetulan berprofesi sebagai guide di Kerinci. Bude ini ternyata seorang transmigran yang berasal dari Jawa. Mereka menyediakan tempat tidur, kamar mandi, dan masakan gratis kepada para pendaki. Benar-benar luar biasa baik hati, mereka sama sekali tidak mematok biaya. Bayangkan, jika kami tidur di homestay, tarif per malamnya sebesar 150 ribu rupiah per kamar.

Foto kami dengan Bude (Bude yang pakai jilbab)

Di Basecamp, kami disambut oleh Bang Agus dan Iqbal yang sudah tiba sehari sebelumnya. Saat itu, di basecamp juga ada beberapa pendaki lain dari Sumatra Barat dan satu orang asal Pulau Lombok yang esoknya akan mendaki. Mereka akhirnya bergabung dengan kami sehingga total rombongan mencapai 20 orang. Kami menyempatkan diri untuk briefing, packing, dan membeli logistik sehingga esok pagi dapat langsung berangkat.

Hari Kedua (24 Agustus 2015)

Rute Pendakian yang Akan Dilalui
bocahrimba.files.wordpress.com

24 Agustus 2015 merupakan hari pertama pendakian. Rombongan kami berangkat pukul 8 pagi. Kami ditemani Sugi sebagai guide. Kebetulan Sugi adalah anaknya Bude, pemilik Basecamp Jejak Kerinci. Untuk menuju ke pos pendakian Kerinci, kami naik mobil Pak Kumis. Jarak Basecamp ke pos pendakian lumayan jauh, sehingga lebih baik menggunakan mobil. Target kami pada hari itu ialah menginap di shelter 1.


Ini dia Pos Registrasi Kerinci

Perjalanan cukup menarik karena dipenuhi canda tawa. Bagaimana tidak, tim kami ada 20 orang sehingga perjalanan tidak akan sepi. Di tengah perjalanan, Kak Tere memesan porter karena fisik yang tidak begitu kuat. Akhirnya Sugi menelepon seorang porter kenalannya, yaitu Pak Alex. Sebelumnya, tim kami tidak berencana menggunakan porter. Tapi ternyata porter sangat berjasa untuk kelancaran mendaki anggota tim. Pendaki yang ingin ke Kerinci memang disarankan untuk memakai jasa guide atau porter karena jalur pendakian yang sulit.

Ini pengalaman pertama saya mendaki dengan keluarga sebanyak ini

Menurut saya pribadi, perjalanan dari pos pendakian ke shelter 1 tergolong level menengah. Trek masih belum begitu menanjak. Trek di jalur ini dihiasi oleh hutan hujan tropis. Kami benar-benar masuk ke dalam hutan rimba. Suasanya mirip seperti di film Anaconda. Di perjalanan, kami banyak menemukan binatang liar seperti monyet dan tupai. Di jalur ini juga sebetulnya kerap ditemui Harimau sumatra yang legendaris itu. Tapi, sepertinya saat itu sang raja hutan enggan menunjukkan rupanya hehehe

Bersyukur Kerinci masih punya hutan lebat.

Musim penghujan merupakan rintangan tersendiri untuk kami. Selama pendakian, kami terus-menerus diguyur hujan. Hal itu membuat jalur menjadi becek dan berlumpur. Salah berpijak sedikit, pendaki dapat terpeleset dan jatuh ke tanah berlumpur. Benar-benar menyulitkan. Karena pakaian yang basah, stamina menjadi makin terkuras karena badan kedinginan. Bagi yang ingin mendaki gunung, selalu siap sedia raincoat ya. Selama mendaki, usahakan tubuh harus tetap kering, untuk menghindari masuk angin dan penyakit lainnya. Jangan lupa juga untuk membungkus barang bawaan kalian dengan kantung plastik atau drybag, terutama pakaian ganti dan sleeping bag.

Di jalur pendakian, terdapat beberapa pos peristirahatan. Rombongan beristirahat untuk melemaskan otot yang tegang. Untuk menghangatkan badan, kami memasak mie rebus dan membuat kopi. Pos peristirahatan juga digunakan untuk bercanda ria antar sesama rombongan. Meskipun kami berasal dari daerah yang berbeda, Bahasa Indonesia menjadi bahasa universal yang menyatukan kami. Rombongan mencoba untuk mengenal satu sama lain melalui berbagai candaan.

Sampai di pos peristirahatan

Para serdadu lelah Pak

Warung kopi dadakan di lereng gunung

Meskipun terus-menerus "main hujan-hujanan", akhirnya kami dapat tiba di shelter 1. Shelter 1 memiliki ketinggian 2.512 mdpl. Kami tiba di shelter 1 sekitar jam 3 sore. Pendaki-pendaki asal Sumatra Barat dan Lombok memilih untuk lanjut ke shelter 2. Fisik-fisik mereka memang luar biasa kuli hehehe. Stamina orang kota seperti kami sepertinya bukan tandingan mereka. Tim inti kami sepakat untuk tetap di shelter 1 karena sudah menggigil diguyur hujan seharian.

Untunglah hujan sedikit reda. Kami bisa mendirikan tenda

Ini lah hotel yang sudah kami booking....

Saat malam harinya, ada satu kejadian, yang mana ada rombongan pendaki asal Malaysia yang turun dari shelter 2. Ternyata mereka sedang buru-buru mengejar pesawat yang sedianya berangkat esok paginya. Kemungkinan besar mereka salah mengelola waktu kepulangan. Sampai tulisan ini dipublikasikan, belum diketahui apakah pendaki Malaysia tersebut dapat mengejar pesawat mereka.

Hari Ketiga (25 April 2015)
Di hari ketiga, kami memasang target untuk sampai ke shelter 3. Perjalanan dari shelter 1 ke shelter 3 membutuhkan waktu sekitar 6 jam. Kami berangkat sekitar pukul 9 pagi. Pagi itu, ada dua orang anak (masih SMP) asal Kota Sungaipenuh yang ikut mendaki. Benar-benar kecil-kecil cabe rawit. Mereka bahkan lebih cepat mendaki daripada tim kami.

Ini lah hotel tempat kami menginap tadi malam. nyaman sekali.

Persiapan sebelum menuju Shelter 3

Perjuangan yang sesungguhnya baru terasa saat melakoni perjalanan dari shelter 1-shelter 3. Trek yang harus dilalui bukanlah trek sembarangan. Pendaki harus mendaki akar-akar pohon besar yang tingginya hampir sekepala. Kiri dan kanan jalur dihiasi oleh jurang yang menganga. Tidak ada bonus jalan mendatar seperti hari sebelumnya. Jalan yang becek dan licin juga membuat saya berkali-kali terpeleset. Harap maklum apabila baju dan celana saya dipenuhi lumpur saat itu. Pendaki sangat menggantungkan dirinya dengan berpegangan pada batang dan ranting pohon yang sebenarnya tidak begitu kokoh.

Saya ibarat melewati api pencucian dosa pada saat itu. Kalau boleh membandingkan. trek ini 1,5 kali lebih berat dari trek Rinjani. Saya berpesan agar pendaki yang ingin ke Kerinci untuk menyiapkan fisik dan mental yang sebesar-besarnya. Gunung ini bukan gunung sembarangan yang dapat didaki tanpa persiapan dan pengalaman. Sebelum ke Kerinci, saya sudah menyiapkan diri dengan melakukan latihan fisik secara rutin, namun tetap saja fisik saya merasa kaget dengan trek yang disajikan. Meskipun sangat berat, saya berupaya menikmati tapak demi tapak perjalanan supaya tidak merasa capek. Janganlah bertanya kepada guide: "Bang shelter 3 masih jauh gak?". Atau bertanya: "Shelter 3 berapa menit lagi nih Bang?". Ketika mendaki, sebaiknya Anda menghindari bertanya seperti itu. Hal itu malah akan membuat kita capek. Sebaiknya nikmati saja langkah-demi langkah kaki Anda. Hal itu justru akan membuat pikiran kalian lebih nyaman.

Jalurnya kacau, sumpah...saya kasih jempol deh

Jika capek, sebaiknya beristirahatlah (dari kiri ke kanan: Iqbal, Sugi, saya, Kak Tere, Eko, dan Bang Sony)

Oza, Bang Bowo, dan Bang Agus. Para sweeper jaga belakang.

Setelah perjuangan mahadahsyat, akhirnya kami sampai di shelter 3 pada pukul 3 sore. Inilah shelter 3, dengan ketinggian 3.320 mdpl. Rasa capek terbayar sudah.

Very proud...

Aku punya keluarga baru

Dari kiri ke kanan: Eko, Febri, Kak Tere, saya, Sugi, Bang Sony)

Dua pendaki cilik yang sudah sampai duluan di Shelter 3

Hari 4 (26 April 2015)
Pada tanggal 26 April 2015 pukul 5 pagi, kami memulai summit attack. Rombongan ditemani oleh Sugi, sedangkan Pak Alex menjaga barang di tenda. Perjalanan ke puncak kira-kira memakan waktu 2-3 jam. Puji Tuhan, saat itu tidak hujan, karena kami mendengar kabar dari rombongan lain bahwa terjadi badai di puncak satu hari sebelumnya. Trek menuju puncak didominasi oleh jalan berpasir dan berbatu. Mirip dengan jalur summit attack Semeru atau Rinjani. Jika dibandingkan dengan summit Rinjani, summit Kerinci tidaklah terlalu berat. Puji Tuhan, kami berhasil mencapai ketinggian 3.805 mdpl sekitar jam 7 pagi. Puncak Indrapura, kami sampai!

Jalur pasir menuju 3.805

Aku sampai di Indrapura

Emosi yang diluapkan ketika berhasil mencapai Puncak

Takkan terlupa....

Setelah puas berada di Puncak Indrapura, kami bergegas turun ke shelter 3. Benar-benar pendakian yang luar biasa. Saya mendapat teman dan pengalaman baru di Kerinci. Puncak bukanlah tujuan saya dari awal, yang saya cari adalah proses untuk mencapai ke puncak itu. Kami tidak dapat berlama-lama di puncak. Udara di sini sangat dingin. Bahkan tangan saya mati rasa. Kami harus segera turun ke Kersik Tuo. Terima kasih untuk teman-teman yang telah menjadi bagian dari pendakian ini. Kalian tidak akan kulupa!

Rincian Biaya:
-Tiket pesawat Jakarta-Padang PP = Rp 1,3 juta (sudah termasuk pajak bandara)
-Bus Damri Bandara Minangkabau-Pool Travel Safa Marwa = Rp 23.500
-Travel Padang-Kersik Tuo = Rp 100 ribu/orang
-Menginap di Basecamp Jejak Kerinci = membayar seikhlasnya saja
-Angkutan dari Basecamp-Pos Kerinci = Rp 12 ribu (mobil Pak Kumis)
-Jasa guide = Rp 150 ribu/hari
-Jasa porter = Rp 150 ribu/hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar