Minggu, 20 September 2015

Semeru Setelah 5 cm dan Upaya Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan


Lingkungan merupakan tempat tinggal bagi makhluk hidup. Makhluk hidup−yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan−menggantungkan hidupnya pada lingkungan. Lingkungan menyediakan sumber daya alam yang berguna bagi kelangsungan makhluk hidup. Bagi manusia, lingkungan juga memiliki fungsi-fungsi yang dapat menunjang kehidupannya

Salah satu fungsi lingkungan menurut De Groot, et al. (1994: 318) adalah fungsi pembawa. Salah satu aspek dari fungsi pembawa adalah pariwisata. Menurut Spilane (1987) dalam Subagyo (2012: 2), pariwisata diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, dalam rangka mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu. Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa pariwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Bahkan, pariwisata sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian kalangan.

Di tingkat global, pariwisata menjadi salah satu pendorong perekonomian. Sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang pendapatan global. Pada 2013, pariwisata global menghasilkan USD6.990 miliar. Jumlah itu setara dengan 9,5 persen pendapatan domestik bruto (PDB) dunia (World Travel and Tourism Council, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata memiliki kontribusi signifikan bagi perekonomian global.


www.himalayanglacier.com

Di Indonesia, pariwisata juga termasuk sektor yang signifikan bagi perekonomian. Pada tahun 2012 sektor pariwisata menyumbang pendapatan terbesar ke-4 (http://bisniskeuangan.kompas.com, 2013). Selain potensial bagi pemasukan negara, pariwisata juga bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dan sektor swasta. Pariwisata makin berpotensi untuk berkembang, karena pariwisata telah bergeser menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kalangan.

Pariwisata di Indonesia didukung oleh berbagai obyek wisata yang menjadi tujuan para wisatawan. Setiap provinsi di Indonesia memiliki obyek wisata andalannya masing-masing. Indonesia kaya akan obyek wisata─baik wisata alam, budaya, religi, sampai wisata minat khusus. Indonesia dianugerahi alam yang beragam seperti gunung, pantai, gua, danau, sampai gurun pasir. Indonesia juga memiliki kebudayaan yang beragam seperti agama, suku bangsa, dan tradisi. Seluruh potensi tersebut dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata. Di Indonesia, pariwisata berbasis alam lebih dominan dibanding pariwisata berbasis sosial-budaya. Obyek wisata alam jumlahnya mencapai 52,24 persen dari total obyek wisata yang ada di Indonesia (Fandelli, 2001: 15).


obyekwisataindonesia.com

Salah satu obyek wisata alam yang ada di Indonesia ialah Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung Semeru termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Wisatawan yang berwisata ke Gunung Semeru biasanya melakukan wisata minat khusus─yaitu mendaki gunung.

Gunung Semeru makin dikenal khalayak luas setelah dirilisnya film “5 cm” (http://travel.detik.com, 2013). Film tersebut dirilis pada tanggal 12 Desember 2012. Potensi alam Gunung Semeru ditampilkan dalam film tersebut sehingga mendorong banyak orang untuk melihat keindahannya secara langsung. Sebelumnya, obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan di TNBTS adalah Gunung Bromo. Film “5 cm” mengubah minat wisatawan yang berkunjung ke TNBTS. TNBTS yang tadinya hanya memiliki Gunung Bromo sebagai obyek wisata andalan, saat ini memiliki Gunung Semeru sebagai destinasi baru bagi wisatawan yang ingin melihat keindahan alam.

commons.wikimedia.org


Meningkatnya popularitas Gunung Semeru sebagai destinasi wisata sebenarnya patut disyukuri, karena membawa efek positif bagi perekonomian warga setempat. Meskipun demikian, ada dampak negatif yang ditimbulkan. Kualitas ekologi Gunung Semeru mulai menurun akibat membludaknya wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah sampah yang dibuang sembarangan oleh para pendaki (http://lumajangsatu.com, 2013). Sampah-sampah tersebut sebagian merupakan sampah plastik─yang sulit terurai secara alami─sehingga akan mencemari tanah.

Pencemaran dapat menghambat kelestarian alam. The Dutch Scientific Counsel for Governmental Policy atau WRR (1994) menyebutkan bahwa konsep berkelanjutan mengacu pada kemampuan generasi sekarang untuk mempertahankan kondisi lingkungan untuk kebaikan generasi yang akan datang (Goewie et al., 2006: 190). Apabila Gunung Semeru dibiarkan rusak, bukan tidak mungkin anak dan cucu kita tidak dapat menikmati keindahan gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.

Dari permasalahan di atas, maka penting untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan atau yang lebih sering disebut pariwisata berkelanjutan. Pasal 4 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Industri pariwisata tidak boleh hanya melihat aspek bisnis saja, namun juga aspek pelestarian alam. Masalah ini membutuhkan peran aktif dari berbagai stakeholder. Dari sisi organisasi sektor publik, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan ini. Pemerintah Pusat memiliki organ administrasi negara yaitu Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS). BB TNBTS merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan TNBTS, mulai dari konservasi alam sampai pariwisatanya. BB TNBTS merupakan salah satu dari 49 balai taman nasional yang ada di Indonesia. Balai taman nasional merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (www.dephut.go.id, 2008). Selain pihak Pemerintah, pariwisata berkelanjutan juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat dan pihak swasta.

Apa itu Pariwisata Berkelanjutan?


http://cltn.net/

Gagasan pariwisata berkelanjutan berakar dari konsep berkelanjutan yang mulai muncul setelah Konferensi Stockholm tahun 1972 (Wibisana, 2006: 37). Konferensi tersebut melahirkan ide mengenai pembangunan berkelanjutan, yang mana menekankan pada pembangunan yang tidak mengorbankan generasi yang akan datang. Ada beragam definisi dari mengenai pariwisata berkelanjutan. Butler (1991) dalam Subadra dan Nadra (2006: 50) memberi definisi mengenai pariwisata berkelanjutan sebagai berikut:
“Sustainable tourism is a tourism which concerns with management of the sustainable development of the natural, built, social and cultural tourism resources of the host community in order to meet the fundamental criteria of promoting their economic well-being, preserving their nature, culture, social life, intra and inter-generational equity of costs and benefits, securing their life sufficiency and satisfying the tourists’ needs.”

Istilah pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) juga identik dengan istilah lain seperti ekowisata (eco tourism). Farrel dan Rnyas (tanpa tahun) dalam Fandelli (2001: 30) menyatakan bahwa ekowisata merupakan bagian dari wisata alam, yang mana aktivitas pariwisata dan konservasi berjalan bersamaan dalam rangka menjaga kualitas lingkungan dan aktivitas pariwisata itu sendiri. Pariwisata berkelanjutan pada intinya bertujuan untuk menjaga kondisi lingkungan supaya generasi yang akan datang dapat menikmati obyek wisata yang ada. Dengan dilaksanakannya pariwisata berbasis lingkungan, maka masyarakat juga mendapat manfaat ekonomi dan sosial dalam jangka panjang.

Ekowisata memiliki unsur-unsur penting yang harus diterapkan. Yoeti (2000: 36) mengungkapkan bahwa ada empat unsur ekowisata. Keempat unsur tersebut adalah proaktif, kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup, keterlibatan penduduk lokal, dan pendidikan. Keempat unsur tersebut harus dipahami oleh setiap pihak yang terlibat dalam aktivitas pariwisata.

Seperti Apa Peran Pemangku Kebijakan dalam Pariwisata Berkelanjutan?
Pihak yang pro terhadap pariwisata berkelanjutan, menegaskan bahwa pariwisata harus dibangun secara matang. Pariwisata berkelanjutan membutuhkan kolaborasi dari pihak pemerintah dan swasta untuk menghindari kerusakan lingkungan sebelum terlambat (Holloway, 2002: 367). Dalam kegiatan pariwisata di Gunung Semeru, Pemerintah Pusat memiliki UPT yang berwenang yaitu BB TNBTS. Pemerintah Pusat juga dapat berperan dalam membuat peraturan hukum yang berkaitan dengan konservasi alam dan kepariwisataan.


worktoholiday.blogspot.com

Sektor swasta juga memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Sektor swasta yang dimaksud di sini salah satunya ialah agen perjalanan wisata. Menurut Foster (2000) dalam Muljadi (2012: 125), agen perjalanan wisata adalah adalah sebuah perusahaan perjalanan yang menjual rancangan perjalanan secara langsung kepada masyarakat dan menjual jasa angkutan (udara, darat, dan laut), akomodasi, wisata pelayaran, paket wisata, dan produk-produk lain yang berhubungan dengan perjalanan tersebut.

Pemerintah dan swasta dapat berperan dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Pada tataran yang lebih ekstrem, solusi yang dapat diterapkan oleh sektor publik dan swasta untuk menjamin pariwisata berkelanjutan menurut Holloway (2002: 368) ialah:
·        - Menutup tempat wisata, baik secara temporal maupun permanen.
   -Mengurangi publikasi mengenai tempat wisata. Salah satu contohnya ialah menghilangkan rambu jalan yang menunjukkan lokasi tempat wisata.
·         -Menerapkan sistem booking untuk pendaftaran pengunjung.
·     -Melakukan kampanye untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memberi penghargaan bagi organisasi kepariwisataan yang menerapkan pariwisata berkelanjutan.
·         -Menaikkan harga untuk menurunkan permintaan kunjungan ke tempat wisata.

Apa Saja Potensi Wisata di Gunung Semeru?
Semeru memiliki potensi wisata yang dapat menjadi faktor penarik wisatawan. Prayogi (2011: 66) mendefinisikan potensi wisata sebagai segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah obyek wisata. Secara umum, TNBTS memiliki tipe ekosistem submontana, montana, dan subalpin. Kurang lebih, terdapat 137 jenis burung, 22 jenis mamalia dan empat jenis reptilia di Taman Nasional ini (www.dephut.go.id, tanpa tahun). Di kaki dan lereng Gunung Semeru terhampar bentang alam berupa danau, hutan, sampai padang rumput. Berikut ini adalah beberapa titik di Gunung Semeru yang menjadi tujuan wisatawan, baik untuk berkemah atau melihat pemandangan alam (Departemen Kehutanan, 1997):
·         -Ranu Regulo
Ranu Regulo adalah sebuah danau yang berada di Desa Ranupani. Danau ini memiliki luas 0,75 ha dan berada di ketinggian 2.200 mdpl. Wisatawan yang ingin mendaki Gunung Semeru biasanya berkemah sejenak di danau ini dan memulai pendakian esok harinya. Dari danau ini, wisatawan dapat menyaksikan keindahan panorama Gunung Semeru, menikmati keindahan alam sekitar danau, dan mengamati kehidupan satwa liar.


Ranu Regulo

·         -Ranu Kumbolo
Danau ini dapat ditemui setelah kurang lebih empat jam berjalan kaki dari pos Ranupani. Luasnya 8 ha dan berada di ketinggian 2.400 mdpl. Daya tarik danau ini antara lain adanya lapangan yang relatif datar dan luas sehingga cocok untuk medirikan kemah. Airnya yang jernih juga menarik wisatawan untuk melihatnya. Bagi para pendaki, Ranu Kumbolo merupakan tempat pemberhentian sambil mempersiapkan perjalanan berikutnya.


Ranu Kumbolo
www.iberita.com

·         -Oro-oro Ombo
Daerah ini merupakan padang rumput yang luasnya sekitar 100 ha dan berada pada sebuah lembah yang dikelilingi bukit-bukit gundul dengan tipe ekosistem asli tumbuhan rumput.


Oro-oro Ombo
www.pinterest.com

·         -Kalimati
Kalimati merupakan tempat berkemah terakhir bagi para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Semeru. Tempat ini biasa digunakan beristirahat dikarenakan terdapat sumber air (Sumber Mani) yang berada di sekitarnya. BB TNBTS telah membuat peraturan bahwa pendaki hanya boleh mendaki sampai Kalimati.


Kalimati
papanpelangi.files.wordpress.com

·        - Puncak Mahameru
Puncak Semeru berada di ketinggian 3.676 mdpl. Walaupun BB TNBTS telah melarang mendaki sampai ke puncak, namun tetap banyak pendaki yang tidak mengindahkan peraturan. Di Puncak Mahameru, pemandangan yang tersaji sangat luas. Di sebelah barat dapat terlihat Kota Malang. Di sebelah selatan terlihat garis pantai selatan. Di sebelah timur nampak Gunung Argopuro. Dan di sebelah utara terlihat Gunung Bromo.


Puncak Mahameru
www.tentangnusantara.com

Apa Pengaruh Aktivitas Wisata di Gunung Semeru bagi Masyarakat Setempat dan Pelaku Industri Pariwisata?
Untuk menuju Gunung Semeru, titik pertama yang menjadi pintu masuk bagi wisatawan adalah Kota Malang. Wisatawan yang berasal dari daerah manapun di Indonesia atau juga wisatawan asing biasanya menuju Kota Malang terlebih dahulu. Akses transportasi untuk menuju Gunung Semeru dari Kota Malang memang paling banyak tersedia. Kota Malang memiliki fasilitas terminal, bandara, dan stasiun kereta api yang memadai. Selain itu, Kota Malang jaraknya lebih dekat dari Gunung Semeru apabila dibandingkan dengan Kota Surabaya─kota terbesar di Jawa Timur. Dari Kota Malang, wisatawan dapat mencari angkutan umum yang menuju ke Kecamatan Tumpang. Di kecamatan inilah biasanya para pendaki membeli logistik untuk pendakian. Dari Tumpang, wisatawan dapat menaiki truk atau mobil jeep untuk dapat sampai di Desa Ranupani. Desa Ranupani adalah desa terakhir sebelum wisatawan dapat memulai pendakian. Di desa inilah terdapat pos Ranupani─ pos pendaftaran bagi para wisatawan yang ingin mendaki Gunung Semeru.

            Setelah Semeru tenar seperti sekarang, transportasi menuju kesana semakin mudah ditemui. Saat ini, wisatawan dapat menaiki mobil jeep atau truk dari Kecamatan Tumpang untuk menuju ke Pos Ranupani. Beberapa warga sekitar mulai membuka jasa angkutan jeep. Warga sekitar yang berprofesi sebagai supir truk sayur juga mulai beralih menjadi penyedia jasa angkutan. Tarif truk yang dipatok sekali jalan berkisar antara 400 ribu sampai 500 ribu rupiah sekali jalan. Sedangkan tarif untuk mobil jeep berkisar antara 600 ribu sampai 700 ribu rupiah.


Truk yang Mengantar Wisatawan Menuju Semeru

Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat Semeru belum terkenal seperti saat ini. Transportasi dari Kota Malang ke Gunung Semeru masih relatif minim. Sebelumnya, para pendaki yang ingin ke Semeru harus menumpang truk sayur dari Kecamatan Tumpang. Truk sayur ini pun tidak beroperasi setiap saat, hanya pada pagi hari saja. Saat ini, wisatawan bisa berangkat kapan saja sesuai keinginan. Di Kecamatan Tumpang saat ini, ada beberapa supir truk yang menunggu wisatawan sampai truk terisi penuh, mirip angkuta umum yang ada di terminal.

Penduduk yang tinggal di Desa Ranupani juga mendapat berkah dari aktivitas pariwisata di Gunung Semeru. Kebanyakan warga setempat merupakan petani. Sudah ada beberapa warga yang beralih profesi sebagai pengangkut barang-barang wisatawan atau biasa disebut porter. Para porter ini mematok tarif 150 ribu rupiah/hari. Di pos Ranupani juga mulai bermunculan beberapa warung makan dan penjual cinderamata. Selain itu, ojek-ojek motor juga mulai muncul untuk mengantar wisatawan dari dan menuju pos Ranupani.

Hal ini tentu saja termasuk efek positif bagi masyarakat setempat. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan harus mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Pembangunan pariwisata di Gunung Semeru ibarat kue manis yang siap diserbu oleh gerombolan semut. Banyak petani di Desa Ranupani yang meninggalkan profesinya─baik secara permanen atau sementara─dan beralih ke profesi pendukung kegiatan pariwisata.  Bahkan, penulis mendapati bahwa ada anak kecil yang bersama ayahnya bersama-sama menjadi tukang ojek. Secara perlahan, perekonomian masyarakat setempat mulai terangkat akibat kegiatan pariwisata di Gunung Semeru.

Ketenaran Semeru juga memancing munculnya agen-agen perjalanan swasta yang menawarkan paket wisata untuk para wisatawan. Wisatawan semakin dipermudah untuk mengunjungi Semeru. Para agen perjalanan ini mengurus semua kebutuhan wisatawan seperti menyediakan transportasi, menyediakan logistik, mengurus perizinan, sampai memandu wisatawan sampai menuju Puncak Mahameru. Tarif yang mereka tawarkan relatif murah bagi kalangan tertentu. Dari informasi yang penulis dapatkan, ada pengurus agen perjalanan yang menyatakan bahwa Semeru saat ini bukan lagi tempat untuk para pendaki saja. Wisatawan non-pendaki yang kebetulan memiliki uang bisa menyewa jasa agen perjalanan untuk mencapai Puncak Mahameru. Pengurus agen perjalanan tersebut mengaku bahwa ia mendapat tarif 3,7 juta rupiah dari wisatawan yang non-pendaki tersebut. Keberadaan agen-agen perjalanan tersebut semakin menambah ramai Gunung Semeru.

Apa Permasalahan yang Menghambat Pariwisata Berkelanjutan di Gunung Semeru?
Peningkatan jumlah wisatawan di Semeru mulai terjadi pada tahun 2012, kemudian diikuti pada tahun 2013. Berikut ini merupakan data mengenai jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Semeru dari tahun 2009 sampai 2013:

Tabel Jumlah Wisatawan Gunung Semeru Periode 2009-2013
Tahun
Jumlah Wisatawan
Peningkatan (persen)
2009
2.532*
-
2010
2.796*
10,4
2011
4.205*
50,3
2012
13.547**
220
2013
40.000***
195
*Sumber: kabarlumajang.net, 2012
**Sumber: www.aktual.co, 2013
***Sumber: www.republika.co.id, 2014

Peningkatan jumlah wisatawan di Gunung Semeru diyakini terjadi akibat film “5 cm”. Selama tahun 2012, jumlah penonton film “5 cm” mencapai 2.392.210 orang (www.indonesiafilm.net, 2013). Kepala BB TNBTS, yaitu Ayu Dewi Utari menyatakan bahwa film “5 cm” memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan jumlah wisatawan di Gunung Semeru (www.tempo.co,  2013). Pada tahun 2009 sampai 2011, Semeru tak pernah menerima pengunjung melebihi 5.000 orang dalam setahun. Hanya dalam jangka waktu satu pekan─yaitu dari tanggal 25 Desember 2012 sampai 1 Januari 2013─Gunung Semeru dikunjungi sekitar 10 ribu wisatawan. Sebagai informasi, film “5 cm” dirilis pada tanggal 12 Desember 2012. Film tersebut sukses meningkatkan jumlah wisatawan Semeru hanya 13 hari setelah film tersebut dirilis. Peningkatan jumlah pengunjung ini berdampak positif untuk meningkatkan penerimaan negara. Uang yang didapat dari tiket wisatawan ini dapat dialokasikan kembali untuk konservasi kawasan Gunung Semeru dan pengembangan pariwisatanya.


Film 5 cm
id.wikipedia.org

Peningkatan jumlah wisatawan yang dipicu oleh dirilisnya suatu film bukanlah hal baru. Hal tersebut juga pernah dialami oleh Inggris setelah dirilisnya film “Pride and Prejudice” pada tahun 2005 (Pratt, 2010: 62). Tempat di mana film tersebut dibuat─yaitu Lincolnshire dan Derbyshire─mulai ramai dikunjungi wisatawan setelah film tersebut dirilis. Film tersebut berlatar rumah-rumah kuno khas Inggris yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Riley, Baker, dan van Doren (1998) dalam Pratt (2010: 60) menyatakan bahwa ketika para wisatawan mengunjungi suatu destinasi berdasarkan apa yang mereka lihat di film, maka mereka tergolong sebagai wisatawan yang terpengaruh film (film-induced tourists).

Ayu menyatakan bahwa 90 persen wisatawan Semeru satu tahun belakangan ini adalah pendaki pemula yang ingin mendaki Semeru (www.lumajangsatu.com, 2013).  Diyakini, mereka hanya bermodal rasa penasaran dan kenekatan setelah menonton film “5 cm”. Mereka tidak paham medan dan karakter pendakian, bahkan teknik-teknik pendakian pun tidak mereka kuasai. Penulis juga melihat langsung keberadaan pendaki pemula seperti itu saat mengunjungi Gunung Semeru pada 10 November 2013. Kebanyakan dari mereka membawa perbekalan yang sangat minim. Tas ransel yang mereka bawa hanyalah tas ransel ukuran kecil. Padahal, untuk mendaki Semeru paling tidak dibutuhkan waktu tiga hari. Penulis juga menemui sejumlah pendaki yang menggunakan celana jeans. Dalam mendaki gunung, celana jeans tidak boleh digunakan, sebab akan menyulitkan gerak langkah pendaki dan sulit kering apabila basah. Mendaki gunung juga merupakan aktivitas yang membutuhkan stamina dan fisik yang prima. Sebelum mendaki gunung, pendaki diharuskan berolahraga secara intensif. Sebagian pendaki yang penulis temui di Semeru mengakui bahwa mereka tidak melakukan persiapan fisik sebelum berangkat ke Gunung Semeru.

Pihak agen perjalanan wisata juga berkontribusi terhadap peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Semeru. Para pendaki pemula ini kerap memakai jasa agen perjalanan. Pendaki pemula yang belum paham teknik pendakian sangat membutuhkan bantuan agen perjalanan untuk memandu mereka mendaki. Keberadaan agen-agen perjalanan ini patut menjadi perhatian pihak BB TNBTS. Perlu ada mekanisme kontrol untuk mengatur keberadaan agen perjalanan yang melakukan kegiatan usaha di kawasan Gunung Semeru. Dari informasi penulis dapatkan, tidak semua agen perjalanan di Semeru telah berbadan hukum. Padahal pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mewajibkan para agen perjalanan ini untuk mendaftarkan usahanya kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Jika belum berbadan hukum, maka mereka tidak membayar pajak kepada Pemerintah atas pendapatan yang mereka terima. Pihak BB TNBTS harus bertindak dengan melakukan pendataan terhadap setiap agen perjalanan yang beroperasi di wilayah mereka. Agen perjalanan yang belum berbadan hukum harus dilarang untuk melakukan kegiatan usahanya di kawasan Gunung Semeru.

Meningkatnya jumlah wisatawan ternyata menimbulkan dampak negatif. Salah satu permasalahan yang terjadi akibat meningkatnya jumlah wisatawan di Gunung Semeru ialah masalah sampah. Sampah bertebaran di sepanjang jalur pendakian dari pos Ranupani sampai ke Kalimati. Mungkin tidak akan menjadi masalah apabila sampah yang dibuang pendaki adalah sampah organik seperti kulit buah-buahan. Sampah organik seperti itu akan dapat diurai oleh alam dalam waktu yang relatif singkat. Fakta di lapangan, sampah yang dibuang oleh pendaki kebanyakan adalah sampah non-organik seperti plastik dan kaleng. Sampah nonorganik akan sulit diurai oleh alam. Sebagai contoh, plastik membutuhkan waktu lima puluh sampai seratus tahun untuk terurai (www.p-wec.org, tanpa tahun). Wisatawan Gunung Semeru yang tergolong sebagai film-induced tourist ini dapat dibilang belum memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan. Pihak BB TNBTS telah menghimbau para wisatawan untuk membawa turun sampah. Karena sifatnya masih himbauan, maka ada kesan bahwa membawa turun sampah bukan merupakan hal yang wajib bagi wisatawan. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa pihak BB TNBTS masih belum tegas untuk melakukan konservasi alam di wilayah kerjanya.  


Sampah Menumpuk di Semeru
www.bbc.com

Masalah keamanan juga muncul ketika wisatawan yang terpengaruh film ini mencoba jenis wisata yang tergolong berat seperti mendaki gunung. Mendaki gunung bukanlah perkara mudah seperti kita mengunjungi rumah-rumah kuno seperti yang ada di Inggris. Mendaki gunung membutuhkan fisik yang prima, perbekalan yang memadai, teknik dasar pendakian, serta pemahaman terhadap medan gunung yang akan didaki. Bila aspek-aspek tersebut tidak dikuasai, maka wisatawan akan mengalami kesulitan ketika akan mendaki gunung. Kejadian yang tidak diharapkan terjadi di Gunung Semeru pada tanggal 7 November 2013. Dua pendaki asal Jakarta bernama Aziz Fuadhi dan Rifki Perdana hilang di Gunung Semeru (www.antaranews.com, 2013). Keduanya terpisah dengan rombongan saat turun dari puncak gunung. Azis dan Rifki tidak mampu melanjutkan perjalanan dan berhenti di Cemoro Tunggal. Saat rombongan kembali, ternyata keduanya sudah tak ada. Akhirnya petugas TNBTS bersama tim Search and Rescue (SAR) langsung melakukan pencarian. Seorang pendaki bernama Azis ditemukan tiga hari kemudian pada tanggal 10 November 2013 di jurang yang memiliki kedalaman 75 meter. Sedangkan Rifki ditemukan dalam kondisi selamat empat hari kemudian pada tanggal 11 November 2013. Dalam sebuah industri pariwisata, faktor keamanan dan keselamatan merupakan hal yang penting. Insiden ini tentunya tidak diharapkan oleh pengelola wisata di Gunung Semeru dan wisatawan.


Operasi Tim SAR di Semeru
cikalnews.com

Kehidupan flora dan fauna di Gunung Semeru juga terganggu jika wisatawan yang berkunjung semakin banyak. Rumput dan flora lainnya dapat rusak karena diinjak dan tersentuh oleh ribuan orang dalam waktu yang bersamaan. Dari informasi yang penulis peroleh, ada beberapa wisatawan yang sengaja memetik flora langka di Gunung Semeru. Menurut Kepala Bidang Pengelolaan BB TNBTS Sucipto, ada beberapa pendaki yang dengan sengaja melakukan pengerusakan terhadap vegetasi tanaman langka Anggrek Tosari ketika melakukan pendakian (www.suarasurabaya.net, 2013). Mereka tidak segan mencabut tanaman itu dengan harapan bisa membawa pulang vegetasi tanaman yang masuk kategori langka. Fauna-fauna yang ada di Gunung Semeru juga akan terganggu pola hidupnya jika banyak wisatawan yang berada di habitatnya. 

Kasus terganggunya kehidupan fauna akibat aktivitas pariwisata pernah terjadi di Taman Nasional Masai Mara di Kenya (Olindo, 1991:37). Beberapa hewan di Taman Nasional Masai Mara seperti cheetah, sulit mencari makanan, sulit kawin, dan sulit membesarkan anak-anaknya akibat banyaknya pengunjung. Fauna-fauna yang ada di Semeru juga dapat mengalami gangguan seperti yang terjadi di Kenya. Ini perlu menjadi perhatian, sebab Gunung Semeru menjadi habitat bagi hewan-hewan langka seperti macan tutul, macan kumbang, burung rangkong, dan kera ekor panjang.

Pembangunan aktivitas pariwisata bagaikan dua sisi mata uang. Pariwisata dapat memberdayakan masyarakat setempat secara ekonomi, namun juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di daerah tersebut. Kerusakan yang dialami oleh alam dalam batas yang berlebihan akan sangat berbahaya, sebab alam sulit untuk melakukan regenerasi kembali. Menurut laporan Millenium Ecosystem Assessment, saat ini orang menggunakan sumber daya alam dunia lebih cepat daripada kemampuan lingkungan hidup untuk menaruh kembali sumber itu melalui proses alami (Ramly, 2007: 28).

Pembangunan pariwisata yang tidak bijak akan menjadi bumerang bagi industri wisata. Eksploitasi yang kelewat batas terhadap obyek wisata malah akan menurunkan daya tarik obyek wisata yang bersangkutan. Hal tersebut pada akhirnya akan menurunkan jumlah kunjungan wisatawan. Hal ini pernah dialami oleh Mauritius pada tahun 1980an (Holloway, 2002: 302). Pembangunan hotel dengan jumlah berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah. Sebagian daratan di sekitar obyek wisata berubah menjadi rawa-rawa sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung. Akhirnya, Pemerintah Mauritius mereformasi kebijakan pembangunan hotel di negaranya. Kasus di Maurutius dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Sebelum terlambat, aktivitas pariwisata di Gunung Semeru harus diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Bagaimana Peran BB TNBTS untuk Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan di Gunung Semeru?
Negara adalah salah satu pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap permasalahan lingkungan. BB TNBTS adalah kepanjangan tangan negara yang memiliki kewenangan terhadap pengelolaan konservasi dan pariwisata di Gunung Semeru. Membludaknya wisatawan yang berkunjung ke Semeru telah memberikan dampak negatif terhadap kualitas ekologi di kawasan Gunung Semeru. Kerusakan lingkungan─baik dalam skala kecil maupun besar─ merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu pembangunan pariwisata. Pihak BB TNBTS menyadari betul bahwa kualitas alam di Gunung Semeru tidak boleh rusak, sebab akan merugikan generasi yang akan datang. Untuk menyikapi permasalahan yang telah terjadi, pihak BB TNBTS telah mengeluarkan beberapa kebijakan, yaitu:

·         Menutup tempat wisata Gunung Semeru secara temporal
Setiap tahun, BB TNBTS menutup aktivitas pariwisata di Gunung Semeru selama sekitar empat bulan, yaitu dari bulan Januari sampai April. Selama periode tersebut, BB TNBTS tidak akan mengijinkan pengunjung untuk masuk ke kawasan Gunung Semeru. Pihak BB TNBTS menyatakan bahwa penutupan Gunung Semeru dilakukan untuk alasan konservasi alam. Selama periode dibukanya aktivitas pariwisata Gunung Semeru, kualitas lingkungan di Semeru menurun. Penutupan ini sangat berguna untuk mengembalikan kualitas lingkungan di Gunung Semeru. Flora dan fauna yang sebelumnya terganggu, dapat hidup normal seperti sediakala. Tumbuhan dapat hidup dan berkembang biak tanpa adanya ancaman dipetik atau dirusak oleh wisatawan. Hewan-hewan juga dapat mencari makan dan membesarkan anak-anak mereka secara bebas. Periode Januari sampai April merupakan musim penghujan. Di periode tersebut, sering terjadi badai di Gunung Semeru. Penutupan Gunung Semeru ini juga tepat untuk alasan keselamatan wisatawan.
Penutupan obyek wisata sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam pasal 35, disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu. Dari sisi legalitas, kebijakan penutupan Gunung Semeru ini sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.

·         Membatasi jumlah wisatawan
Pada akhir 2013, jumlah wisatawan yang diizinkan untuk mendaki Gunung Semeru dibatasi hanya lima ratus orang per hari (www.solopos.com, 2014). Kebijakan pembatasan wisatawan merupakan langkah yang baik demi menjaga kualitas lingkungan di Gunung Semeru. Menurut data yang ada, jumlah wisatawan yang mengunjungi Gunung Semeru sebelum kebijakan ini dikeluarkan bisa melebihi lima ratus orang. Sebagai contoh, pada tanggal 7 Mei 2013, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Semeru mencapai 1.400 orang. Keesokan harinya yaitu pada tanggal 8 Mei 2013, ada seribu wisatawan yang masuk (www.tempo.co, 2013). Pembatasan jumlah wisatawan ini memang kebijakan yang tepat. Alam di Gunung Semeru memiliki sumber daya alam tertentu yang dapat rusak apabila banyak wisatawan yang mengunjunginya.
            Penulis masih belum dapat menilai apakah angka lima ratus sudah sesuai atau belum untuk jumlah wisatawan Semeru per harinya. Pastinya BB TNBTS memiliki kajian tersendiri untuk menentukan jumlah wisatawan. Jika jumlah lima ratus wisatawan ini masih berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan di Gunung Semeru, maka harus diadakan evaluasi kembali terhadap kebijakan ini. Jumlah lima ratus wisatawan harus dikurangi lagi sampai BB TNBTS mendapat angka yang ideal mengenai jumlah wisatawan per harinya. Ada baiknya, pihak BB TNBTS mengundang pihak akademisi atau Kementerian Kehutanan untuk melakukan riset mengenai jumlah ideal wisatawan Semeru per harinya.

Walaupun Semeru adalah bagian dari Taman Nasional, orang-orang harus tetap diperbolehkan untuk mengunjunginya. Mengunjungi taman nasional merupakan salah satu pendidikan supaya seseorang dapat mengenal dan mencintai alam tempat tinggalnya. Meskipun demikian, harus tetap ada regulasi yang menjamin bahwa taman nasional tersebut tetap lestari walaupun dikunjungi oleh manusia.

·         Membuat sistem booking online bagi wisatawan yang ingin berkunjung.
Kebijakan booking online ini mulai efektif per 1 Mei 2013. Wisatawan yang ingin berkunjung ke Semeru harus melakukan pendaftaran secara online di laman www.bromotenggersemeru.com. Kebijakan pendaftaran secara online ini sebenarnya bisa menjadi kebijakan komplementer untuk membatasi jumlah wisatawan. Wisatawan yang mendaftar langsung dari Pos Ranupani tidak akan diijinkan untuk mendaki. Semua wisatawan harus mendaftar secara online. Kebijakan ini diyakini akan memudahkan BB TNBTS untuk melakukan pendataan terhadap wisatawan yang ingin berkunjung. Jika pada satu hari jumlah pendaftar online melebihi lima ratus orang, maka orang yang berada diluar kuota lima ratus orang tersebut harus mendaftar di hari lainnya.

        Implementasi dari kebijakan daftar online ini masih jauh dari harapan. Saat penulis mengunjungi Semeru pada November 2013, situs pendaftaran online tersebut masih belum aktif. Alhasil, penulis tetap harus mendaftar secara langsung di Pos Ranupani. Kebijakan ini tentunya sangat membingungkan wisatawan yang ingin berkunjung ke Semeru.

·         Menaikkan tarif tiket masuk
Kenaikan harga tiket ini akan mulai efektif pada 1 Mei 2014 (regional.kompas.com, 2014). Kenaikan tarif tiket masuk ini sudah memiliki payung hukum, yaitu PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Per 1 Mei 2014, tiket untuk wisatawan asing naik dari Rp 72.500 menjadi Rp 267.500. Sementara itu, tiket masuk untuk wisatawan lokal naik dari Rp 10.000 per orang, kini naik menjadi Rp 37.500. Di hari libur, kenaikan tarif tiket lebih tinggi lagi. Tarif tiket untuk wisatawan lokal naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 67.500, sedangkan untuk wisatawan asing dari Rp 72.500 menjadi Rp 640.000.

        Kebijakan menaikkan tarif tiket ini dapat menurunkan jumlah kunjungan wisawatan yang datang ke Semeru. Masyarakat lokal dan agen-agen perjalanan dapat dirugikan. Dengan makin sepinya wisatawan, penerimaan masyarakat setempat akan berkurang. Bukan tidak mungkin mereka akan kembali ke profesi awal mereka jika pendapatan mereka dari kegiatan pariwisata berkurang. Pihak agen perjalanan juga akan dipusingkan dengan kenaikan harga tiket ini. Mau tidak mau, mereka harus menyesuaikan tarif perjalanan yang telah mereka tawarkan. Wisatawan yang menggunakan jasa mereka dapat mengeluh dan membatalkan perjalanan mereka. Salah satu unsur masyarakat yang memprotes kebijakan ini adalah Gerakan Masyarakat Peduli Pariwisata Indonesia yang mengajukan petisi pada Kementerian Kehutanan atas rencana kenaikan harga tiket masuk ke TNBTS (http://malang-post.com, 2014).


        Kenaikan harga tiket ini sebenarnya dapat mengurangi hak asasi manusia untuk menikmati alam tempat tinggalnya. Nantinya, hanya masyarakat kelas ekonomi mampu saja yang dapat menikmati keindahan Gunung Semeru. Seakan-akan, alam dikomersialisasi oleh pihak-pihak tertentu. Harusnya tidak boleh ada diskriminasi bagi setiap orang untuk menikmati alam. Kebijakan kenaikan tarif tiket ini bisa mengurangi kesempatan orang dengan kemampuan ekonomi yang masih lemah untuk berwisata ke Gunung Semeru.

        Dari sisi ekologi, kebijakan ini cukup tepat untuk membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Semeru. Lingkungan dapat lebih terjaga apabila wisatawan yang berkunjung makin sedikit. Selain itu, uang yang didapat dari hasil penjualan tiket bisa digunakan untuk biaya konservasi Gunung Semeru itu sendiri. Pendapatan yang diterima BB TNBTS disetorkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Menurut data yang penulis peroleh, biaya konservasi TNBTS per tahun malah lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh BB TNBTS per tahun. Setiap tahunnya, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana sebesar 18 miliar rupiah untuk biaya konservasi TNBTS (www.tempo.co, 2014). Sedangkan pendapatan yang diperoleh BB TNBTS pada tahun 2013 saja hanya mencapai 6 miliar rupiah. Berarti rasio antara pendapatan BB TNBTS dan biaya konservasi ialah 1:3. Bisa dikatakan bahwa pendapatan yang diperoleh BB TNBTS tidak dapat menutup biaya konservasi di TNBTS itu sendiri. Hal ini identik dengan istilah “besar pasak daripada tiang”.

Dengan adanya kenaikan tarif tiket ini, sebenarnya wisatawan dapat berkontribusi membantu pembiayaan negara untuk konservasi Gunung Semeru. Masyarakat dan agen perjalanan yang tadinya merasa dirugikan, akan menuai keuntungan pula dengan lestarinya kualitas lingkungan di Gunung Semeru. Dengan masih terjaganya kualitas Gunung Semeru, maka usaha pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan agen-agen perjalanan masih dapat berlangsung. Kerugian yang dialami karena menurunnya jumlah wisatawan hanyalah permasalahan jangka pendek. Dalam jangka panjang, pariwisata di Gunung Semeru dapat terus berlangsung tanpa harus mengorbankan lingkungan.

Ada baiknya, kebijakan kenaikan tarif tiket ini disosialisasikan kepada para pelaku pariwisata di Gunung Semeru. Pihak Pemerintah yang diwakili oleh BB TNBTS harus menjelaskan maksud dan tujuan dari kebijakan ini secara jelas. BB TNBTS harus menjelaskan mengenai kepariwisataan berkelanjutan untuk Gunung Semeru. Dengan adanya sosialisasi seperti ini, diharapkan masyarakat dan agen-agen perjalanan dapat mengetahui arti dari pariwisata berkelanjutan. Dalam pariwisata berkelanjutan, ada salah satu unsur yaitu unsur pendidikan yang harus ditanamkan kepada setiap aktor yang terlibat dalam kegiatan pariwisata.

Kritik Terhadap BB TNBTS
Sebagai aktor lapangan yang mengurus masalah konservasi dan pariwisata, BB TNBTS diharapkan menjadi salah satu garda terdepan dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan di Gunung Semeru. Faktanya, penulis melihat bahwa kinerja BB TNBTS masih jauh dari harapan. Kelemahan BB TNBTS ada di aspek ketegasan. Pihak BB TNBTS masih belum tegas dalam mengawal jalannya peraturan yang mereka ciptakan sendiri.

Peraturan tersebut adalah larangan bagi pendaki untuk mendaki sampai ke Puncak Mahameru. Pendakian sampai ke Puncak Mahameru sangat riskan karena kondisi kawah yang sulit diprediksi. BB TNBTS memperbolehkan pendakian hanya sampai di Kalimati, namun banyak pendaki yang tidak mengindahkan peraturan tersebut. Pelanggaran ini dapat disebabkan oleh pengawasan yang lemah dari petugas BB TNBTS. Selama ini, tidak ada petugas yang berjaga di Kalimati sehingga pendaki bebas mendaki sampai ke puncak. Sebaiknya, BB TNBTS menempatkan beberapa petugas di Kalimati. Para petugas ini hendaknya menginap di Kalimati. Karena suhu dingin di Kalimati pada malam hari, ada baiknya petugas memakai sistem bergiliran (rolling system). Petugas yang sudah berjaga di Kalimati selama satu atau dua malam, harus diganti dengan petugas lainnya. Keberadaan petugas di lapangan ini sangat dibutuhkan untuk menegakkan peraturan yang ada.

Kritik berikutnya ialah kinerja BB TNBTS dalam menangani masalah sampah di Gunung Semeru. Apabila pihak BB TNBTS tegas, sebenarnya permasalahan sampah di Gunung Semeru ini dapat diatasi. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh BB TNBTS, yaitu:
·         Membuat peraturan bagi pendaki untuk membawa turun sampah
Ketidaktegasan BB TNBTS terlihat dalam masalah sampah yang ditinggalkan oleh para wisatawan. Pihak BB TNBTS masih belum mewajibkan para wisatawan untuk membawa kembali sampah yang mereka hasilkan pada saat mendaki. BB TNBTS hanya menghimbau para wisatawan untuk membawa kembali sampah mereka. Tidak heran apabila Gunung Semeru saat ini dijuluki “gunung sampah”, sebab pihak BB TNBTS sendiri masih belum tegas dalam menyikapi permasalahan sampah. Seharusnya BB TNBTS membuat peraturan tertulis dan disosialisasikan kepada para wisatawan yang ingin mendaki. Bila ada wisatawan yang melanggar, maka akan ada sanksi tertentu yang harus diberikan.

·         Menyediakan tempat sampah di beberapa titik di jalur pendakian
BB TNBTS dapat menaruh beberapa tempat sampah di beberapa titik untuk mencegah wisatawan membuang sampah sembarangan. Selama ini, di sepanjang jalur pendakian memang tidak tersedia tempat sampah. Wajar, jika para wisatawan membuang sampah sembarangan karena tidak tersedianya tempat sampah. Tempat sampah yang dapat diletakkan di jalur pendakian dapat berupa kantung plastik besar (trash bag). Nantinya, kantung plastik ini akan dibawa turun oleh petugas BB TNBTS atau organisasi pencinta alam yang menjadi mitra BB TNBTS. Atau, BB TNBTS dapat memberi insentif jika ada wisatawan yang bersedia membawa turun kantung sampah itu.

·         Memberikan kantung plastik sampah untuk setiap wisatawan
Ada baiknya apabila pihak BB TNBTS memberikan satu kantung plastik sampah untuk masing-masing wisatawan yang ingin mendaki Gunung Semeru. Kantung plastik ini dapat diberikan pada saat pengecekan di pos Ranupani. Para wisatawan diwajibkan untuk membawa kembali sampah yang mereka hasilkan. Di pos Ranupani, harusnya petugas juga mengecek barang bawaan pendaki. Nantinya, petugas dapat mengecek kesesuaian antara logistik yang dibawa dengan sampah yang dibawa turun.

    Penting dilakukannya reformasi di lingkup organisasi BB TNBTS untuk mengatasi ketidaktegasan yang ada selama ini. Pihak BB TNBTS sebagai Unit Pelayanan Teknis (UPT) belum efektif untuk menjalankan peraturan yang ada. Pihak Kementerian Kehutanan seharusnya mengadakan evaluasi mengenai kinerja BB TNBTS. Dari evaluasi tersebut, nantinya akan diketahui apa persoalan yang ada di lingkup organisasi BB TNBTS. Penting juga bagi Kementerian Kehutanan untuk menganggarkan dana bagi pelatihan petugas lapangan BB TNBTS. Selain itu, penulis berpendapat bahwa jumlah petugas BB TNBTS yang beroperasi di Gunung Semeru kurang memadai. Menurut data yang ada, BB TNBTS hanya mempunyai 20 orang personil dan hanya enam diantaranya yang bertugas di Gunung Semeru (www.jpnn.com, 2013). Jumlah ini kurang seimbang dengan jumlah wisatawan per harinya dapat mencapai lima ratus orang. Efektivitas dari peraturan yang dibuat oleh BB TNBTS tergantung dari kemampuan para petugas lapangan ini dalam melaksanakannya. Semakin bagus kualitas petugas lapangan, semakin terjamin pula efektivitas peraturan yang dibuat.

Kesimpulan
Peningkatan jumlah wisatawan di Gunung Semeru satu tahun belakangan ini disebabkan oleh dirilisnya film “5 cm”. Melalui film tersebut, informasi mengenai potensi alam Gunung Semeru tersebar luas di masyarakat. Di satu sisi, banyak pihak yang mendapat keuntungan dari aktivitas pariwisata di Gunung Semeru. Aktivitas pariwisata yang terjadi di Gunung Semeru telah meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Para agen perjalanan wisata diuntungkan karena semakin banyak wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Pemasukan dari tiket wisatawan juga masuk ke kas Pemerintah Pusat. Di sisi lain, meningkatnya jumlah wisatawan ini menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Wisatawan masih belum memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan. Gunung Semeru telah tercemar oleh sampah yang ditinggalkan oleh para wisatawan. Flora dan fauna di kawasan Gunung Semeru terganggu kehidupannya akibat kehadiran para wisatawan. Pihak BB TNBTS telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi. Namun, eksekusi kebijakan yang dilakukan pihak BB TNBTS belum berjalan sesuai dengan harapan.

Rekomendasi
Berikut ini adalah beberapa rekomendasi bagi pihak BB TNBTS untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan di Gunung Semeru:
·        -Membenahi sistem pendaftaran online sesegera mungkin dalam rangka membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Semeru.
·         Bekerjasama dengan pihak akademisi untuk melakukan riset tentang lingkungan di Gunung Semeru.
·    - Melakukan sosialisasi yang intensif mengenai kebijakan menaikkan tarif tiket masuk kepada agen-agen perjalanan dan masyarakat wisatawan.
·        -Membuat peraturan yang mewajibkan wisatawan membawa turun sampah yang mereka hasilkan.
·        -Menyediakan tempat sampah di beberapa titik di jalur pendakian.
·    -Menindak agen-agen perjalanan yang belum berbadan hukum, kemudian memberi sosialisasi agar mereka mendaftarkan usaha mereka kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Rekomendasi untuk Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan):
·     -Melakukan evaluasi terhadap kinerja BB TNBTS supaya mengetahui kekurangan yang dialami dan melakukan perbaikan atas hasil evaluasi tersebut.
·         -Menambah jumlah petugas lapangan di Gunung Semeru.
·         -Menambah anggaran bagi pelatihan petugas lapangan di Gunung Semeru.
·     -Melakukan sosialisasi dan pendidikan mengenai pariwisata berkelanjutan di Gunung Semeru pada khususnya, dan di seluruh Indonesia pada umumnya.

Rekomendasi bagi para agen perjalanan:
·        -Mendaftarkan usahanya ke Pemerintah atau Pemerintah Daerah.


Sumber Buku:
De Groot, Rudolf S. 1994. Evaluation of Environmental Functions as a Tool in planning, Management and Decision-Making. Den-Haag: CIP-DATA Koninkluke Bibliotheek.

Fandelli, Chafid. 2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberti.

Goewie, Eric, et al. 2006. What Is Sustainable Farming? Sustainable Development Policy and Administration. Dalam Mudacumura, Gedeon M. et al. (Ed). Sustainable Development Policy and Administration. (pp. 189-206). Boca Raton: Taylor & Francis Group.

Holloway, J. Christopher. 2002. The Business of Tourism. London: Pearson Education Limited.

Muljadi, A. J. 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Olindo, Perez. 1991. The Old Man of Nature Tourism: Kenya.  Nature Tourism: Managing for the Environment. Edited by Whelan, Tensie. Washington, D. C.: Island Press.

Pratt, Stephen. 2010. A Movie Map Conversion Study: A Case Study of Pride and Prejudice. Advances in Tourism Destination Marketing: Managing Network. Edited by Kozak, Metin, Juergen Gnoth, dan Luisa L. A. Andreu. New York: Routledge.

Ramly, Nadjamuddin. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan; Belajar dari Kawasan Wisata Ancol. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu.

Wibisana, Andri G. 2006. Three Principles of Environmental Law: the Polluter-Pays Principle, the Principle of Prevention, and the Precautionary Principle. Environmental Law in Development: Lessons from the Indonesian Experience. Edited by Faure, Michael dan Nicole Niessen. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited.

Yoeti, Oka A. 2000. Ekowisata: Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta: Pertja.

Sumber Internet:
aktual.co. (2013, 8 Januari). Pendakian Semeru Ditutup Hingga 24 Maret 2013. http://www.aktual.co/sosial/191049pendakian-semeru-ditutup-hingga-24-maret-2013.  Diakses 22 Maret 2014, pukul 23.12 WIB.

antaranews.com. (2013, 12 November). Dua Pendaki Hilang di Semeru Ditemukan Selamat. http://www.antaranews.com/berita/404682/dua-pendaki-hilang-di-semeru-ditemukan-selamat.  Diakses 18 Maret 2014, pukul 08.06 WIB.

bisniskeuangan.kompas.com. (2013, 5 September). Devisa Pariwisata 2013 Ditargetkan 10 Miliar Dollar AS.

indonesiafilm.net. (2013, 3 Agustus). Data Perolehan Penonton Tertinggi Film Indonesia Tahun 2012. http://www.indonesiafilm.net/index.php/pelayanan/2013-08-03-17-41-58/database-jumlah-penonton-film-indonesia-berdasarkan-tahun/36-data-perolehan-penonton-2012.  Diakses 23 Maret 2014, pukul 13.16 WIB.

jpnn.com. (2013, 16 November). Pendakian Semeru Dibuka Lagi. http://www.jpnn.com/read/2013/11/16/201188/Pendakian-Semeru-Dibuka-Lagi#.  Diakses 23 maret 2013, pukul 15.16 WIB.

kabarlumajang.net. (2012, 3 November). Pendakian Semeru Meningkat, 90% Lewat Jalur Malang. http://kabarlumajang.net/berita-2002-pendakian-semeru-meningkat-90--lewat-jalur-malang.html.  Diakses 23 Maret 2014, pukul 11.25 WIB.

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 22 September 2008. Balai Taman Nasional. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/4864.  Diakses 15 Maret 2014, pukul 20.21 WIB.

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Tanpa tahun. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. http://www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_bromo.htm.  Diakses 17 Maret 2014, pukul 16.40 WIB.

lumajangsatu.com. (2013, 19 Agustus). Semeru Dibanjiri Sampah Sisa Ribuan Pendaki. http://lumajangsatu.com/berita-679-gunung-semeru-dibanjiri-sampah-sisa-ribuan-pendaki.html.  Diakses 15 Maret 2013, pukul 19.12 WIB.

lumajangsatu.com. (2013, 11 Juni). Luar Biasa, Gunung Semeru Semakin Populer Bagi Para Pendaki Pemula. http://lumajangsatu.com/berita-499-luar-biasa-gunung-semeru-semakin-populer-bagi-para-pendaki-pemula.html.  Diakses 23 Maret 2014. Pukul 12.02 WIB.

malang-post.com. (2014, 10 Maret). Tolak Tarif Baru, Pelaku Pariwisata TNBTS Demo. http://malang-post.com/kota-malang/83390-tolak-tarif-baru-pelaku-pariwisata-tnbts-demo.  Diakses 21 Maret 2014, pukul 10.29 WIB.

Prayogi, Putu Agus. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Agustus 2011, Vol.1 No.1. http://www.triatmajaya.triatma-mapindo.ac.id/files/journals/2/articles/19/submission/original/19-52-1-SM.pdf.  Diakses 15 Maret 2014, pukul 21.07 WIB.

p-wec.org. Tanpa tahun. Hindari Budaya Nyampah. http://www.p-wec.org/id/go-green/hindari-budaya-nyampah.  Diakses 17 Maret 2014, pukul 20.45 WIB.

regional.kompas. (2014, 27 Februari). Harga Tiket Masuk ke Semeru-Bromo Naik 3 Kali Lipat. http://regional.kompas.com/read/2014/02/27/2049235/Harga.Tiket.Masuk.ke.Semeru-Bromo.Naik.3.Kali.Lipat.  Diakses 20 Maret 2014, pukul 23.14 WIB.

republika.co.id. (2014, 10 Januari). Status Semeru Masih Siaga Dua. http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-timur/14/01/10/mz6ac8-status-semeru-masih-siaga-dua.  Diakses 23 Maret 2014, pukul 11.24 WIB.

solopos.com. (2014, 18 Maret). Sehari, Gunung Semeru Hanya Boleh Dikunjungi 500 Orang! http://www.solopos.com/2013/10/07/sehari-gunung-semeru-hanya-boleh-dikunjungi-500-orang-454054.  Diakses 18 Maret 2014, pukul 22.15 WIB.

suarasurabaya.net. (2013, 17 April). Gunung Semeru Dijadikan Lahan Konservasi Anggrek Langka. http://www.suarasurabaya.net/print_news/Jaring%20Radio/2013/117777-Gunung-Semeru-Dijadikan-Lahan-Konservasi-Anggrek-Langka.  Diakses 23 Maret 2014, pukul 13.05 WIB.

Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra. 2006. Dampak Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan. Jurnal Manajemen Pariwisata, Juni 2006, Volume 5, Nomor 1. http://jurnal.triatmamulya.ac.id/index.php/JMPII/article/view/11/11.  Diakses 16 Maret 2014, pukul 20.51 WIB.

Subagyo. 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Liquidity Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012, hlm 153-158. http://www.liquidity.stiead.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/8-_Soebagyo-Liquidity-STIEAD.pdf.  Diakses 8 Maret 2014, pukul 22.09 WIB.

tempo.co. (2013, 23 Februari). Gara-gara 5 Cm, Pendaki ke Semeru Melonjak Drastis. http://www.tempo.co/read/news/2013/02/23/108463203/Gara-gara-5-Cm-Pendaki-ke-Semeru-Melonjak-Drastis. diakses 17 Maret 2014, pukul 21.15 WIB.

tempo.co. (2014, 8 Januari). Pulihkan Ekosistem, Pendakian Semeru Ditutup. http://www.tempo.co/read/news/2014/01/08/243543022/Pulihkan-Ekosistem-Pendakian-Semeru-Ditutup.  Diakses 17 Maret 2014, pukul 21.25 WIB.

tempo.co. (2013, 10 Mei). Pendaki Gunung Semeru Membludak. http://www.tempo.co/read/news/2013/05/10/204479260/Pendaki-Gunung-Semeru-Membeludak.  Diakses 18 Maret 2014, pukul 22.40 WIB.

travel.detik.com. (2013, 11 September). Cantiknya Ranu Kumbolo, Serasa Syuting Film '5 Cm'. http://travel.detik.com/readfoto/2013/12/11/185000/2434637/1026/1/cantiknya-ranu-kumbolo-serasa-syuting-film-5-cm.  Diakses 15 Maret 2014, pukul 18.50 WIB.


Sumber Ringkasan Eksekutif:
World Travel and Tourism Council. 2014. Travel and Tourism Economic Impact 2014.

Sumber Lembaran Negara:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1997. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 278/Kpts-VI/1997 tentang Penyempurnaan Data Potensi ODTWA Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.

Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

2 komentar:

  1. Nice blog ! The Nepalpart was as well very good as I belong from here and thank you for writing such a beautiful article.

    BalasHapus
  2. Amazing Article!Thanks to the admin for sharing this with us.Visit Annapurna Base Camp Nepal.

    BalasHapus