Sabtu, 04 Juli 2020

COVID-19 dan Sebuah Catatan Lepas

Sejarawan Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus yang terbit tahun 2016 menekankan bahwa hanya terdapat tiga masalah yang dihadapi oleh umat manusia di setiap zaman, yaitu peperangan, kelaparan, dan wabah penyakit. Hal tersebut terbukti dan masih terjadi hingga hari ini. Peperangan secara de facto masih terjadi di Suriah dan Ukraina. Bencana kelaparan dapat kita temui di Yaman atau negara-negara miskin di benua Afrika. Dan tentu saja di tahun 2020 ini dunia sedang mengalami wabah penyakit yang berimbas ke seluruh aspek kehidupan. Banyak Ahli menyebut bahwa wabah penyakit datang dalam periode-periode tertentu bagaikan sebuah siklus. Wabah penyakit terakhir yang meluluhlantakkan banyak negara adalah flu spanyol yang muncul di tahun 1918. Di abad ke-21 ini, syukurlah dunia mampu mengatasi wabah SARS (2003), MERS (2012), dan Ebola (2014). Di tahun 2020 ini, barulah umat global tidak mampu mengendalikan sebuah penyakit baru yang masih misterius, yaitu COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2.

Minggu, 28 Juni 2020

Mereka-reka Konsep Wisata dan Pendakian Gunung di Era Kenormalan Baru


Tidak ada yang menyangka bahwa di tahun 2020 ini akan datang sebuah wabah besar yang meluluhlantakkan seluruh negara di dunia. Pada 31 Desember 2019, otoritas Tiongkok melaporkan adanya penyakit radang paru baru yang misterius. Otoritas Tiongkok pada 7 Januari 2020 mengonfirmasi bahwa mereka mengidentifikasi virus corona jenis baru (SARS-Cov-2). Virus ini kemudian dilaporkan masuk ke Thailand pada 13 Januari 2020 dan pada akhirnya menginfeksi banyak negara. World Health Organization (WHO) memberi nama penyakit akibat virus ini dengan nama coronavirus disease 2019 atau COVID-19 pada 11 Februari 2020. Di abad ke-21 ini, sudah ada kemunculan empat penyakit yang ditularkan dari hewan (zoonosis) yang menyebabkan pageblug di berbagai negara, yaitu SARS (2003), MERS (2012), Ebola (2014), dan yang terakhir adalah COVID-19.


Sabtu, 30 Januari 2016

Terorisme dan Imbasnya Terhadap Turisme

Hari itu tertanggal 14 Januari 2016. Kamis itu awalnya berjalan normal seperti hari-hari sebelumnya. Saya beraktivitas biasa layaknya warga Jakarta lain. Saya menegakkan layar laptop dan menyelesaikan beberapa pekerjaan, sama seperti masyarakat era digital umumnya. Mulai memasuki penghujung pagi, peristiwa yang tidak diduga muncul. Terjadi tragedi kemanusiaan di pusat Ibukota. Kelompok bersenjata melakukan penyerangan yang berimplikasi terhadap jatuhnya korban, baik korban jiwa, luka, maupun trauma.  Peristiwa teror ini tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Negara sahabat dan komunitas dunia lantas mengutuk aksi terorisme yang terjadi di Sarinah.

Minggu, 20 Desember 2015

Fenomena Turis Kekinian dan Insiden Bunga Amaryllis


Dalam beberapa tahun terakhir, orang Indonesia menjadi lebih familiar dengan kegiatan pariwisata. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, pendapatan masyarakat semakin meningkat. Alhasil, mereka sanggup untuk membiayai kebutuhan tersier seperti berwisata. Kegiatan wisata bahkan menjadi kebutuhan sekunder bagi kalangan menengah ke atas. Meningkatnya aktivitas pariwisata di Indonesia dapat dilihat dari mulai menjamurnya perusahaan travel, perhotelan, restoran, dan tentu saja meningkatnya jumlah wisatawan. Berikut ini adalah tren jumlah wisatawan nusantara dalam beberapa tahun terakhir:


Senin, 26 Oktober 2015

Kok Namanya Ngaku-ngaku Backpacker Sih?

Ngaku-ngaku Backpacker.......Sebuah nama tidak penting yang kadang kala juga bisa menjadi penting. Sebetulnya sih, nggak ada yang nanya kenapa blog saya ini bernama "Ngaku-ngaku Backpacker" (ngenes banget sih gak ada yang nanya hahaha). Tapi gak apa, saya orangnya memang penuh inisiatif. Sebelum ada orang yang bertanya suatu saat nanti, saya sudah bisa menyiapkan jawabannya (sok iye banget). Sempat bingung juga untuk menentukan nama dari blog ini. Setelah memilah-milah beberapa nama, akhirnya nama ini lah yang saya pilih sebagai nama blog saya. 

Untuk membuat suatu blog, memang dibutuhkan suatu nama untuk menjadi judul dari blog kita. Bagi sebagian orang, mungkin nama tidaklah menjadi hal yang utama. Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang pujangga yang hidup di masa Renaissance, Wiliam Shakespeare. Shakespeare memiliki petikan terkenal, yakni: "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet". Apalah arti sebuah nama? Jika bunga mawar kita beri nama yang berbeda, tetap saja ia memiliki keharuman. 

www.thefeministwire.com

Rabu, 14 Oktober 2015

Baduy dan Pariwisata: Sebuah Catatan Kritis

".......pembangunan kepariwisataan tanpa mempertimbangkan aspek sosial budaya secara matang, justru akan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat. Pariwisata memiliki daya dobrak yang relatif tinggi untuk merusak kebudayaan masyarakat, khususnya di daerah pariwisata." (Setyadi, 2007)


Baduy dan Pariwisata, Tetapkah Budaya Asli Terjaga?
Orang Baduy telah membuka diri mereka untuk pariwisata. Setiap akhir minggu, banyak wisatawan (terutama dari Ibukota) yang ingin melihat kehidupan masyarakat Baduy. Mereka penasaran dengan kehidupan orang Baduy yang sederhana, jauh berbeda dengan pola hidup orang di perkotaan.

Selasa, 13 Oktober 2015

Belajar Kearifan Lokal dari Orang Baduy

Saat ini, dunia memasuki era globalisasi. Globalisasi datang bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, globalisasi mendatangkan efek positif, seperti kemudahan mengakses informasi atau kemudahan mendapatkan barang/jasa. Di sisi lain, globalisasi juga membawa efek negatif, seperti masuknya arus modal pembangunan yang merusak lingkungan dan masuknya budaya asing, sehingga mengikis budaya asli masyarakat tertentu. Hal ini terutama dialami oleh negara berkembang yang belum siap bersaing dalam globalisasi, salah satunya ialah Indonesia. 

Di tengah derasnya arus globalisasi, dibutuhkan kekuatan internal sebagai benteng dalam mempertahankan identitas diri. Kearifan lokal dapat menjadi solusi dalam menjaga eksistensi diri. Menurut Sartini (2004), kearifan lokal adalah gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh masyarakatnya. Selain itu, menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia (2006), kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Permana, Nasution, dan Gunawijaya, 2011).