Lingkungan
merupakan tempat tinggal bagi makhluk hidup. Makhluk hidup−yaitu manusia,
hewan, dan tumbuhan−menggantungkan hidupnya pada lingkungan. Lingkungan menyediakan
sumber daya alam yang berguna bagi kelangsungan makhluk hidup. Bagi manusia, lingkungan
juga memiliki fungsi-fungsi yang dapat menunjang kehidupannya
Salah satu fungsi lingkungan menurut De Groot, et al. (1994: 318) adalah fungsi pembawa. Salah satu aspek dari fungsi pembawa adalah pariwisata. Menurut Spilane (1987) dalam Subagyo (2012: 2), pariwisata diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, dalam rangka mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu. Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa pariwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Bahkan, pariwisata sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian kalangan.
Di tingkat global, pariwisata menjadi salah satu pendorong perekonomian. Sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang pendapatan global. Pada 2013, pariwisata global menghasilkan USD6.990 miliar. Jumlah itu setara dengan 9,5 persen pendapatan domestik bruto (PDB) dunia (World Travel and Tourism Council, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata memiliki kontribusi signifikan bagi perekonomian global.
Di Indonesia, pariwisata juga termasuk sektor yang signifikan bagi perekonomian. Pada tahun 2012 sektor pariwisata menyumbang pendapatan terbesar ke-4 (http://bisniskeuangan.kompas.com, 2013). Selain potensial bagi pemasukan negara, pariwisata juga bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dan sektor swasta. Pariwisata makin berpotensi untuk berkembang, karena pariwisata telah bergeser menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kalangan.
Pariwisata di Indonesia didukung oleh berbagai obyek wisata yang menjadi tujuan para wisatawan. Setiap provinsi di Indonesia memiliki obyek wisata andalannya masing-masing. Indonesia kaya akan obyek wisata─baik wisata alam, budaya, religi, sampai wisata minat khusus. Indonesia dianugerahi alam yang beragam seperti gunung, pantai, gua, danau, sampai gurun pasir. Indonesia juga memiliki kebudayaan yang beragam seperti agama, suku bangsa, dan tradisi. Seluruh potensi tersebut dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata. Di Indonesia, pariwisata berbasis alam lebih dominan dibanding pariwisata berbasis sosial-budaya. Obyek wisata alam jumlahnya mencapai 52,24 persen dari total obyek wisata yang ada di Indonesia (Fandelli, 2001: 15).
Salah satu obyek wisata alam yang ada di Indonesia ialah Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung Semeru termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Wisatawan yang berwisata ke Gunung Semeru biasanya melakukan wisata minat khusus─yaitu mendaki gunung.
Gunung Semeru makin dikenal khalayak luas setelah dirilisnya film “5 cm” (http://travel.detik.com, 2013). Film tersebut dirilis pada tanggal 12 Desember 2012. Potensi alam Gunung Semeru ditampilkan dalam film tersebut sehingga mendorong banyak orang untuk melihat keindahannya secara langsung. Sebelumnya, obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan di TNBTS adalah Gunung Bromo. Film “5 cm” mengubah minat wisatawan yang berkunjung ke TNBTS. TNBTS yang tadinya hanya memiliki Gunung Bromo sebagai obyek wisata andalan, saat ini memiliki Gunung Semeru sebagai destinasi baru bagi wisatawan yang ingin melihat keindahan alam.
Meningkatnya popularitas Gunung Semeru sebagai destinasi wisata sebenarnya patut disyukuri, karena membawa efek positif bagi perekonomian warga setempat. Meskipun demikian, ada dampak negatif yang ditimbulkan. Kualitas ekologi Gunung Semeru mulai menurun akibat membludaknya wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah sampah yang dibuang sembarangan oleh para pendaki (http://lumajangsatu.com, 2013). Sampah-sampah tersebut sebagian merupakan sampah plastik─yang sulit terurai secara alami─sehingga akan mencemari tanah.
Pencemaran dapat menghambat kelestarian alam. The Dutch Scientific Counsel for Governmental Policy atau WRR (1994) menyebutkan bahwa konsep berkelanjutan mengacu pada kemampuan generasi sekarang untuk mempertahankan kondisi lingkungan untuk kebaikan generasi yang akan datang (Goewie et al., 2006: 190). Apabila Gunung Semeru dibiarkan rusak, bukan tidak mungkin anak dan cucu kita tidak dapat menikmati keindahan gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.
Dari permasalahan di atas, maka penting untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan atau yang lebih sering disebut pariwisata berkelanjutan. Pasal 4 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Industri pariwisata tidak boleh hanya melihat aspek bisnis saja, namun juga aspek pelestarian alam. Masalah ini membutuhkan peran aktif dari berbagai stakeholder. Dari sisi organisasi sektor publik, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan ini. Pemerintah Pusat memiliki organ administrasi negara yaitu Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS). BB TNBTS merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan TNBTS, mulai dari konservasi alam sampai pariwisatanya. BB TNBTS merupakan salah satu dari 49 balai taman nasional yang ada di Indonesia. Balai taman nasional merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (www.dephut.go.id, 2008). Selain pihak Pemerintah, pariwisata berkelanjutan juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat dan pihak swasta.
Salah satu fungsi lingkungan menurut De Groot, et al. (1994: 318) adalah fungsi pembawa. Salah satu aspek dari fungsi pembawa adalah pariwisata. Menurut Spilane (1987) dalam Subagyo (2012: 2), pariwisata diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, dalam rangka mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu. Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa pariwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Bahkan, pariwisata sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian kalangan.
Di tingkat global, pariwisata menjadi salah satu pendorong perekonomian. Sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang pendapatan global. Pada 2013, pariwisata global menghasilkan USD6.990 miliar. Jumlah itu setara dengan 9,5 persen pendapatan domestik bruto (PDB) dunia (World Travel and Tourism Council, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata memiliki kontribusi signifikan bagi perekonomian global.
www.himalayanglacier.com
Pariwisata di Indonesia didukung oleh berbagai obyek wisata yang menjadi tujuan para wisatawan. Setiap provinsi di Indonesia memiliki obyek wisata andalannya masing-masing. Indonesia kaya akan obyek wisata─baik wisata alam, budaya, religi, sampai wisata minat khusus. Indonesia dianugerahi alam yang beragam seperti gunung, pantai, gua, danau, sampai gurun pasir. Indonesia juga memiliki kebudayaan yang beragam seperti agama, suku bangsa, dan tradisi. Seluruh potensi tersebut dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata. Di Indonesia, pariwisata berbasis alam lebih dominan dibanding pariwisata berbasis sosial-budaya. Obyek wisata alam jumlahnya mencapai 52,24 persen dari total obyek wisata yang ada di Indonesia (Fandelli, 2001: 15).
obyekwisataindonesia.com
Gunung Semeru makin dikenal khalayak luas setelah dirilisnya film “5 cm” (http://travel.detik.com, 2013). Film tersebut dirilis pada tanggal 12 Desember 2012. Potensi alam Gunung Semeru ditampilkan dalam film tersebut sehingga mendorong banyak orang untuk melihat keindahannya secara langsung. Sebelumnya, obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan di TNBTS adalah Gunung Bromo. Film “5 cm” mengubah minat wisatawan yang berkunjung ke TNBTS. TNBTS yang tadinya hanya memiliki Gunung Bromo sebagai obyek wisata andalan, saat ini memiliki Gunung Semeru sebagai destinasi baru bagi wisatawan yang ingin melihat keindahan alam.
commons.wikimedia.org
Meningkatnya popularitas Gunung Semeru sebagai destinasi wisata sebenarnya patut disyukuri, karena membawa efek positif bagi perekonomian warga setempat. Meskipun demikian, ada dampak negatif yang ditimbulkan. Kualitas ekologi Gunung Semeru mulai menurun akibat membludaknya wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah sampah yang dibuang sembarangan oleh para pendaki (http://lumajangsatu.com, 2013). Sampah-sampah tersebut sebagian merupakan sampah plastik─yang sulit terurai secara alami─sehingga akan mencemari tanah.
Pencemaran dapat menghambat kelestarian alam. The Dutch Scientific Counsel for Governmental Policy atau WRR (1994) menyebutkan bahwa konsep berkelanjutan mengacu pada kemampuan generasi sekarang untuk mempertahankan kondisi lingkungan untuk kebaikan generasi yang akan datang (Goewie et al., 2006: 190). Apabila Gunung Semeru dibiarkan rusak, bukan tidak mungkin anak dan cucu kita tidak dapat menikmati keindahan gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.
Dari permasalahan di atas, maka penting untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan atau yang lebih sering disebut pariwisata berkelanjutan. Pasal 4 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Industri pariwisata tidak boleh hanya melihat aspek bisnis saja, namun juga aspek pelestarian alam. Masalah ini membutuhkan peran aktif dari berbagai stakeholder. Dari sisi organisasi sektor publik, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan ini. Pemerintah Pusat memiliki organ administrasi negara yaitu Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS). BB TNBTS merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan TNBTS, mulai dari konservasi alam sampai pariwisatanya. BB TNBTS merupakan salah satu dari 49 balai taman nasional yang ada di Indonesia. Balai taman nasional merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (www.dephut.go.id, 2008). Selain pihak Pemerintah, pariwisata berkelanjutan juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat dan pihak swasta.
Gagasan
pariwisata berkelanjutan berakar dari konsep berkelanjutan yang mulai muncul
setelah Konferensi Stockholm tahun 1972 (Wibisana, 2006: 37). Konferensi
tersebut melahirkan ide mengenai pembangunan berkelanjutan, yang mana
menekankan pada pembangunan yang tidak mengorbankan generasi yang akan datang.
Ada beragam definisi dari mengenai pariwisata berkelanjutan. Butler (1991)
dalam Subadra dan Nadra (2006: 50) memberi definisi mengenai pariwisata
berkelanjutan sebagai berikut:
“Sustainable tourism is a tourism which concerns
with management of the sustainable development of the natural, built, social
and cultural tourism resources of the host community in order to meet the
fundamental criteria of promoting their economic well-being, preserving their
nature, culture, social life, intra and inter-generational equity of costs and
benefits, securing their life sufficiency and satisfying the tourists’ needs.”
Istilah pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) juga identik dengan istilah lain seperti ekowisata (eco tourism). Farrel dan Rnyas (tanpa tahun) dalam Fandelli (2001: 30) menyatakan bahwa ekowisata merupakan bagian dari wisata alam, yang mana aktivitas pariwisata dan konservasi berjalan bersamaan dalam rangka menjaga kualitas lingkungan dan aktivitas pariwisata itu sendiri. Pariwisata berkelanjutan pada intinya bertujuan untuk menjaga kondisi lingkungan supaya generasi yang akan datang dapat menikmati obyek wisata yang ada. Dengan dilaksanakannya pariwisata berbasis lingkungan, maka masyarakat juga mendapat manfaat ekonomi dan sosial dalam jangka panjang.
Ekowisata memiliki unsur-unsur penting yang harus diterapkan. Yoeti (2000: 36) mengungkapkan bahwa ada empat unsur ekowisata. Keempat unsur tersebut adalah proaktif, kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup, keterlibatan penduduk lokal, dan pendidikan. Keempat unsur tersebut harus dipahami oleh setiap pihak yang terlibat dalam aktivitas pariwisata.
Seperti Apa Peran Pemangku Kebijakan dalam Pariwisata
Berkelanjutan?
Pihak
yang pro terhadap pariwisata berkelanjutan, menegaskan bahwa pariwisata harus
dibangun secara matang. Pariwisata berkelanjutan membutuhkan kolaborasi dari
pihak pemerintah dan swasta untuk menghindari kerusakan lingkungan sebelum
terlambat (Holloway, 2002: 367). Dalam kegiatan pariwisata di Gunung Semeru, Pemerintah
Pusat memiliki UPT yang berwenang yaitu BB TNBTS. Pemerintah Pusat juga dapat
berperan dalam membuat peraturan hukum yang berkaitan dengan konservasi alam
dan kepariwisataan.
worktoholiday.blogspot.com
Sektor swasta juga memiliki tanggung
jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Sektor swasta yang dimaksud di
sini salah satunya ialah agen perjalanan wisata. Menurut Foster (2000) dalam
Muljadi (2012: 125), agen perjalanan wisata adalah adalah sebuah perusahaan
perjalanan yang menjual rancangan perjalanan secara langsung kepada masyarakat
dan menjual jasa angkutan (udara, darat, dan laut), akomodasi, wisata
pelayaran, paket wisata, dan produk-produk lain yang berhubungan dengan
perjalanan tersebut.
Pemerintah dan swasta dapat berperan
dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Pada tataran yang lebih ekstrem,
solusi yang dapat diterapkan oleh sektor publik dan swasta untuk menjamin
pariwisata berkelanjutan menurut Holloway (2002: 368) ialah:
· - Menutup
tempat wisata, baik secara temporal maupun permanen.
-Mengurangi
publikasi mengenai tempat wisata. Salah satu contohnya ialah menghilangkan
rambu jalan yang menunjukkan lokasi tempat wisata.
· -Menerapkan
sistem booking untuk pendaftaran
pengunjung.
· -Melakukan
kampanye untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memberi penghargaan bagi
organisasi kepariwisataan yang menerapkan pariwisata berkelanjutan.
· -Menaikkan
harga untuk menurunkan permintaan kunjungan ke tempat wisata.
Apa Saja Potensi Wisata
di Gunung Semeru?
Semeru
memiliki potensi wisata yang dapat menjadi faktor penarik wisatawan. Prayogi
(2011: 66) mendefinisikan potensi wisata sebagai segala sesuatu yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik sebuah obyek wisata. Secara umum, TNBTS
memiliki tipe ekosistem submontana, montana, dan subalpin. Kurang lebih,
terdapat 137 jenis burung, 22 jenis mamalia dan empat jenis reptilia di Taman Nasional
ini (www.dephut.go.id, tanpa tahun). Di
kaki dan lereng Gunung Semeru terhampar bentang alam berupa danau, hutan,
sampai padang rumput. Berikut ini adalah beberapa titik di Gunung Semeru yang menjadi
tujuan wisatawan, baik untuk berkemah atau melihat pemandangan alam (Departemen
Kehutanan, 1997):
· -Ranu
Regulo
Ranu
Regulo adalah sebuah danau yang berada di Desa Ranupani. Danau ini memiliki
luas 0,75 ha dan berada di ketinggian 2.200 mdpl. Wisatawan yang ingin mendaki
Gunung Semeru biasanya berkemah sejenak di danau ini dan memulai pendakian esok
harinya. Dari danau ini, wisatawan dapat menyaksikan keindahan panorama Gunung
Semeru, menikmati keindahan alam sekitar danau, dan mengamati kehidupan satwa
liar.
Ranu Regulo
· -Ranu
Kumbolo
Danau
ini dapat ditemui setelah kurang lebih empat jam berjalan kaki dari pos
Ranupani. Luasnya 8 ha dan berada di ketinggian 2.400 mdpl. Daya tarik danau
ini antara lain adanya lapangan yang relatif datar dan luas sehingga cocok
untuk medirikan kemah. Airnya yang jernih juga menarik wisatawan untuk melihatnya.
Bagi para pendaki, Ranu Kumbolo merupakan tempat pemberhentian sambil
mempersiapkan perjalanan berikutnya.
Ranu Kumbolo
www.iberita.com
· -Oro-oro
Ombo
Daerah
ini merupakan padang rumput yang luasnya sekitar 100 ha dan berada pada sebuah
lembah yang dikelilingi bukit-bukit gundul dengan tipe ekosistem asli tumbuhan
rumput.
Oro-oro Ombo
www.pinterest.com
· -Kalimati
Kalimati
merupakan tempat berkemah terakhir bagi para pendaki sebelum melanjutkan
perjalanan menuju puncak Semeru. Tempat ini biasa digunakan beristirahat
dikarenakan terdapat sumber air (Sumber Mani) yang berada di sekitarnya. BB
TNBTS telah membuat peraturan bahwa pendaki hanya boleh mendaki sampai
Kalimati.
Kalimati
papanpelangi.files.wordpress.com
· - Puncak
Mahameru
Puncak
Semeru berada di ketinggian 3.676 mdpl. Walaupun BB TNBTS telah melarang
mendaki sampai ke puncak, namun tetap banyak pendaki yang tidak mengindahkan
peraturan. Di Puncak Mahameru, pemandangan yang tersaji sangat luas. Di sebelah
barat dapat terlihat Kota Malang. Di sebelah selatan terlihat garis pantai
selatan. Di sebelah timur nampak Gunung Argopuro. Dan di sebelah utara terlihat
Gunung Bromo.
Puncak Mahameru
www.tentangnusantara.com
Apa Pengaruh
Aktivitas Wisata di Gunung Semeru bagi Masyarakat Setempat dan Pelaku Industri
Pariwisata?
Untuk
menuju Gunung Semeru, titik pertama yang menjadi pintu masuk bagi wisatawan
adalah Kota Malang. Wisatawan yang berasal dari daerah manapun di Indonesia
atau juga wisatawan asing biasanya menuju Kota Malang terlebih dahulu. Akses
transportasi untuk menuju Gunung Semeru dari Kota Malang memang paling banyak
tersedia. Kota Malang memiliki fasilitas terminal, bandara, dan stasiun kereta
api yang memadai. Selain itu, Kota Malang jaraknya lebih dekat dari Gunung
Semeru apabila dibandingkan dengan Kota Surabaya─kota terbesar di Jawa Timur. Dari
Kota Malang, wisatawan dapat mencari angkutan umum yang menuju ke Kecamatan
Tumpang. Di kecamatan inilah biasanya para pendaki membeli logistik untuk
pendakian. Dari Tumpang, wisatawan dapat menaiki truk atau mobil jeep untuk
dapat sampai di Desa Ranupani. Desa Ranupani adalah desa terakhir sebelum
wisatawan dapat memulai pendakian. Di desa inilah terdapat pos Ranupani─ pos pendaftaran
bagi para wisatawan yang ingin mendaki Gunung Semeru.
Setelah Semeru tenar seperti
sekarang, transportasi menuju kesana semakin mudah ditemui. Saat ini, wisatawan
dapat menaiki mobil jeep atau truk dari Kecamatan Tumpang untuk menuju ke Pos
Ranupani. Beberapa warga sekitar mulai membuka jasa angkutan jeep. Warga
sekitar yang berprofesi sebagai supir truk sayur juga mulai beralih menjadi penyedia
jasa angkutan. Tarif truk yang dipatok sekali jalan berkisar antara 400 ribu
sampai 500 ribu rupiah sekali jalan. Sedangkan tarif untuk mobil jeep berkisar
antara 600 ribu sampai 700 ribu rupiah.
Truk yang Mengantar Wisatawan Menuju Semeru
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat
Semeru belum terkenal seperti saat ini. Transportasi dari Kota Malang ke Gunung
Semeru masih relatif minim. Sebelumnya, para pendaki yang ingin ke Semeru harus
menumpang truk sayur dari Kecamatan Tumpang. Truk sayur ini pun tidak
beroperasi setiap saat, hanya pada pagi hari saja. Saat ini, wisatawan bisa
berangkat kapan saja sesuai keinginan. Di Kecamatan Tumpang saat ini, ada
beberapa supir truk yang menunggu wisatawan sampai truk terisi penuh, mirip angkuta
umum yang ada di terminal.
Penduduk yang tinggal di Desa Ranupani
juga mendapat berkah dari aktivitas pariwisata di Gunung Semeru. Kebanyakan
warga setempat merupakan petani. Sudah ada beberapa warga yang beralih profesi
sebagai pengangkut barang-barang wisatawan atau biasa disebut porter. Para porter ini mematok tarif 150 ribu rupiah/hari. Di pos Ranupani juga
mulai bermunculan beberapa warung makan dan penjual cinderamata. Selain itu,
ojek-ojek motor juga mulai muncul untuk mengantar wisatawan dari dan menuju pos
Ranupani.
Hal ini tentu saja termasuk efek positif
bagi masyarakat setempat. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan harus mampu
memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Pembangunan pariwisata di
Gunung Semeru ibarat kue manis yang siap diserbu oleh gerombolan semut. Banyak
petani di Desa Ranupani yang meninggalkan profesinya─baik secara permanen atau
sementara─dan beralih ke profesi pendukung kegiatan pariwisata. Bahkan, penulis mendapati bahwa ada anak kecil
yang bersama ayahnya bersama-sama menjadi tukang ojek. Secara perlahan,
perekonomian masyarakat setempat mulai terangkat akibat kegiatan pariwisata di
Gunung Semeru.
Ketenaran Semeru juga memancing
munculnya agen-agen perjalanan swasta yang menawarkan paket wisata untuk para
wisatawan. Wisatawan semakin dipermudah untuk mengunjungi Semeru. Para agen
perjalanan ini mengurus semua kebutuhan wisatawan seperti menyediakan transportasi,
menyediakan logistik, mengurus perizinan, sampai memandu wisatawan sampai
menuju Puncak Mahameru. Tarif yang mereka tawarkan relatif murah bagi kalangan
tertentu. Dari informasi yang penulis dapatkan, ada pengurus agen perjalanan
yang menyatakan bahwa Semeru saat ini bukan lagi tempat untuk para pendaki
saja. Wisatawan non-pendaki yang kebetulan memiliki uang bisa menyewa jasa agen
perjalanan untuk mencapai Puncak Mahameru. Pengurus agen perjalanan tersebut
mengaku bahwa ia mendapat tarif 3,7 juta rupiah dari wisatawan yang non-pendaki
tersebut. Keberadaan agen-agen perjalanan tersebut semakin menambah ramai
Gunung Semeru.
Apa Permasalahan
yang Menghambat Pariwisata Berkelanjutan di Gunung Semeru?
Peningkatan
jumlah wisatawan di Semeru mulai terjadi pada tahun 2012, kemudian diikuti pada
tahun 2013. Berikut ini merupakan data mengenai jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Gunung Semeru dari tahun 2009 sampai 2013:
Tabel Jumlah
Wisatawan Gunung Semeru Periode 2009-2013
Tahun
|
Jumlah
Wisatawan
|
Peningkatan
(persen)
|
2009
|
2.532*
|
-
|
2010
|
2.796*
|
10,4
|
2011
|
4.205*
|
50,3
|
2012
|
13.547**
|
220
|
2013
|
40.000***
|
195
|
Peningkatan jumlah wisatawan di Gunung
Semeru diyakini terjadi akibat film “5 cm”. Selama tahun 2012, jumlah penonton
film “5 cm” mencapai 2.392.210 orang (www.indonesiafilm.net, 2013). Kepala
BB TNBTS, yaitu Ayu Dewi Utari menyatakan bahwa film “5 cm” memiliki pengaruh
besar terhadap peningkatan jumlah wisatawan di Gunung Semeru (www.tempo.co, 2013). Pada tahun 2009 sampai 2011, Semeru tak
pernah menerima pengunjung melebihi 5.000 orang dalam setahun. Hanya dalam
jangka waktu satu pekan─yaitu dari tanggal 25 Desember 2012 sampai 1 Januari
2013─Gunung Semeru dikunjungi sekitar 10 ribu wisatawan. Sebagai informasi, film
“5 cm” dirilis pada tanggal 12 Desember 2012. Film tersebut sukses meningkatkan
jumlah wisatawan Semeru hanya 13 hari setelah film tersebut dirilis.
Peningkatan jumlah pengunjung ini berdampak positif untuk meningkatkan
penerimaan negara. Uang yang didapat dari tiket wisatawan ini dapat
dialokasikan kembali untuk konservasi kawasan Gunung Semeru dan pengembangan
pariwisatanya.
Film 5 cm
id.wikipedia.org
Peningkatan jumlah wisatawan yang dipicu
oleh dirilisnya suatu film bukanlah hal baru. Hal tersebut juga pernah dialami
oleh Inggris setelah dirilisnya film “Pride and Prejudice” pada tahun 2005
(Pratt, 2010: 62). Tempat di mana film tersebut dibuat─yaitu Lincolnshire dan
Derbyshire─mulai ramai dikunjungi wisatawan setelah film tersebut dirilis. Film
tersebut berlatar rumah-rumah kuno khas Inggris yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan. Riley, Baker, dan van Doren (1998) dalam Pratt
(2010: 60) menyatakan bahwa ketika para wisatawan mengunjungi suatu destinasi
berdasarkan apa yang mereka lihat di film, maka mereka tergolong sebagai
wisatawan yang terpengaruh film (film-induced
tourists).
Ayu menyatakan bahwa 90 persen wisatawan
Semeru satu tahun belakangan ini adalah pendaki pemula yang ingin mendaki
Semeru (www.lumajangsatu.com, 2013). Diyakini, mereka hanya bermodal rasa penasaran
dan kenekatan setelah menonton film “5 cm”. Mereka tidak paham medan dan
karakter pendakian, bahkan teknik-teknik pendakian pun tidak mereka kuasai.
Penulis juga melihat langsung keberadaan pendaki pemula seperti itu saat
mengunjungi Gunung Semeru pada 10 November 2013. Kebanyakan dari mereka membawa
perbekalan yang sangat minim. Tas ransel yang mereka bawa hanyalah tas ransel
ukuran kecil. Padahal, untuk mendaki Semeru paling tidak dibutuhkan waktu tiga
hari. Penulis juga menemui sejumlah pendaki yang menggunakan celana jeans. Dalam mendaki gunung, celana jeans tidak boleh digunakan, sebab akan
menyulitkan gerak langkah pendaki dan sulit kering apabila basah. Mendaki
gunung juga merupakan aktivitas yang membutuhkan stamina dan fisik yang prima.
Sebelum mendaki gunung, pendaki diharuskan berolahraga secara intensif. Sebagian
pendaki yang penulis temui di Semeru mengakui bahwa mereka tidak melakukan
persiapan fisik sebelum berangkat ke Gunung Semeru.
Pihak agen perjalanan wisata juga
berkontribusi terhadap peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung
Semeru. Para pendaki pemula ini kerap memakai jasa agen perjalanan. Pendaki
pemula yang belum paham teknik pendakian sangat membutuhkan bantuan agen
perjalanan untuk memandu mereka mendaki. Keberadaan agen-agen perjalanan ini patut
menjadi perhatian pihak BB TNBTS. Perlu ada mekanisme kontrol untuk mengatur
keberadaan agen perjalanan yang melakukan kegiatan usaha di kawasan Gunung
Semeru. Dari informasi penulis dapatkan, tidak semua agen perjalanan di Semeru
telah berbadan hukum. Padahal pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mewajibkan para agen perjalanan ini untuk mendaftarkan usahanya
kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Jika belum berbadan hukum, maka
mereka tidak membayar pajak kepada Pemerintah atas pendapatan yang mereka
terima. Pihak BB TNBTS harus bertindak dengan melakukan pendataan terhadap
setiap agen perjalanan yang beroperasi di wilayah mereka. Agen perjalanan yang
belum berbadan hukum harus dilarang untuk melakukan kegiatan usahanya di
kawasan Gunung Semeru.
Meningkatnya jumlah wisatawan ternyata
menimbulkan dampak negatif. Salah satu permasalahan yang terjadi akibat
meningkatnya jumlah wisatawan di Gunung Semeru ialah masalah sampah. Sampah
bertebaran di sepanjang jalur pendakian dari pos Ranupani sampai ke Kalimati. Mungkin
tidak akan menjadi masalah apabila sampah yang dibuang pendaki adalah sampah
organik seperti kulit buah-buahan. Sampah organik seperti itu akan dapat diurai
oleh alam dalam waktu yang relatif singkat. Fakta di lapangan, sampah yang
dibuang oleh pendaki kebanyakan adalah sampah non-organik seperti plastik dan
kaleng. Sampah nonorganik akan sulit diurai oleh alam. Sebagai contoh, plastik
membutuhkan waktu lima puluh sampai seratus tahun untuk terurai (www.p-wec.org, tanpa tahun). Wisatawan Gunung Semeru
yang tergolong sebagai film-induced
tourist ini dapat dibilang belum memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.
Pihak BB TNBTS telah menghimbau para wisatawan untuk membawa turun sampah. Karena
sifatnya masih himbauan, maka ada kesan bahwa membawa turun sampah bukan
merupakan hal yang wajib bagi wisatawan. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa
pihak BB TNBTS masih belum tegas untuk melakukan konservasi alam di wilayah
kerjanya.
Sampah Menumpuk di Semeru
www.bbc.com
Masalah keamanan juga muncul ketika
wisatawan yang terpengaruh film ini mencoba jenis wisata yang tergolong berat
seperti mendaki gunung. Mendaki gunung bukanlah perkara mudah seperti kita
mengunjungi rumah-rumah kuno seperti yang ada di Inggris. Mendaki gunung
membutuhkan fisik yang prima, perbekalan yang memadai, teknik dasar pendakian,
serta pemahaman terhadap medan gunung yang akan didaki. Bila aspek-aspek
tersebut tidak dikuasai, maka wisatawan akan mengalami kesulitan ketika akan
mendaki gunung. Kejadian yang tidak diharapkan terjadi di Gunung Semeru pada
tanggal 7 November 2013. Dua pendaki asal Jakarta bernama Aziz Fuadhi dan Rifki
Perdana hilang di Gunung Semeru (www.antaranews.com, 2013).
Keduanya terpisah dengan rombongan saat turun dari puncak gunung. Azis dan
Rifki tidak mampu melanjutkan perjalanan dan berhenti di Cemoro Tunggal. Saat
rombongan kembali, ternyata keduanya sudah tak ada. Akhirnya petugas TNBTS
bersama tim Search and Rescue (SAR) langsung melakukan pencarian. Seorang
pendaki bernama Azis ditemukan tiga hari kemudian pada tanggal 10 November 2013
di jurang yang memiliki kedalaman 75 meter. Sedangkan Rifki ditemukan dalam kondisi
selamat empat hari kemudian pada tanggal 11 November 2013. Dalam sebuah
industri pariwisata, faktor keamanan dan keselamatan merupakan hal yang
penting. Insiden ini tentunya tidak diharapkan oleh pengelola wisata di Gunung
Semeru dan wisatawan.
Operasi Tim SAR di Semeru
cikalnews.com
Kehidupan flora dan fauna di Gunung
Semeru juga terganggu jika wisatawan yang berkunjung semakin banyak. Rumput dan
flora lainnya dapat rusak karena diinjak dan tersentuh oleh ribuan orang dalam
waktu yang bersamaan. Dari informasi yang penulis peroleh, ada beberapa
wisatawan yang sengaja memetik flora langka di Gunung Semeru. Menurut Kepala
Bidang Pengelolaan BB TNBTS Sucipto, ada beberapa pendaki yang dengan sengaja
melakukan pengerusakan terhadap vegetasi tanaman langka Anggrek Tosari ketika
melakukan pendakian (www.suarasurabaya.net, 2013). Mereka
tidak segan mencabut tanaman itu dengan harapan bisa membawa pulang vegetasi
tanaman yang masuk kategori langka. Fauna-fauna yang ada di Gunung Semeru juga
akan terganggu pola hidupnya jika banyak wisatawan yang berada di habitatnya.
Kasus terganggunya kehidupan fauna akibat aktivitas pariwisata pernah terjadi di Taman Nasional Masai Mara di Kenya (Olindo, 1991:37). Beberapa hewan di Taman Nasional Masai Mara seperti cheetah, sulit mencari makanan, sulit kawin, dan sulit membesarkan anak-anaknya akibat banyaknya pengunjung. Fauna-fauna yang ada di Semeru juga dapat mengalami gangguan seperti yang terjadi di Kenya. Ini perlu menjadi perhatian, sebab Gunung Semeru menjadi habitat bagi hewan-hewan langka seperti macan tutul, macan kumbang, burung rangkong, dan kera ekor panjang.
Kasus terganggunya kehidupan fauna akibat aktivitas pariwisata pernah terjadi di Taman Nasional Masai Mara di Kenya (Olindo, 1991:37). Beberapa hewan di Taman Nasional Masai Mara seperti cheetah, sulit mencari makanan, sulit kawin, dan sulit membesarkan anak-anaknya akibat banyaknya pengunjung. Fauna-fauna yang ada di Semeru juga dapat mengalami gangguan seperti yang terjadi di Kenya. Ini perlu menjadi perhatian, sebab Gunung Semeru menjadi habitat bagi hewan-hewan langka seperti macan tutul, macan kumbang, burung rangkong, dan kera ekor panjang.
Pembangunan aktivitas pariwisata
bagaikan dua sisi mata uang. Pariwisata dapat memberdayakan masyarakat setempat
secara ekonomi, namun juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di
daerah tersebut. Kerusakan yang dialami oleh alam dalam batas yang berlebihan
akan sangat berbahaya, sebab alam sulit untuk melakukan regenerasi kembali.
Menurut laporan Millenium Ecosystem Assessment, saat ini orang menggunakan
sumber daya alam dunia lebih cepat daripada kemampuan lingkungan hidup untuk
menaruh kembali sumber itu melalui proses alami (Ramly, 2007: 28).
Pembangunan pariwisata yang tidak bijak
akan menjadi bumerang bagi industri wisata. Eksploitasi yang kelewat batas
terhadap obyek wisata malah akan menurunkan daya tarik obyek wisata yang
bersangkutan. Hal tersebut pada akhirnya akan menurunkan jumlah kunjungan
wisatawan. Hal ini pernah dialami oleh Mauritius pada tahun 1980an (Holloway,
2002: 302). Pembangunan hotel dengan jumlah berlebihan menyebabkan penurunan
permukaan tanah. Sebagian daratan di sekitar obyek wisata berubah menjadi
rawa-rawa sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung. Akhirnya, Pemerintah
Mauritius mereformasi kebijakan pembangunan hotel di negaranya. Kasus di Maurutius
dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Sebelum terlambat, aktivitas
pariwisata di Gunung Semeru harus diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi kerusakan
lingkungan.
Bagaimana Peran BB TNBTS
untuk Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan di Gunung Semeru?
Negara
adalah salah satu pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap permasalahan
lingkungan. BB TNBTS adalah kepanjangan tangan negara yang memiliki kewenangan
terhadap pengelolaan konservasi dan pariwisata di Gunung Semeru. Membludaknya
wisatawan yang berkunjung ke Semeru telah memberikan dampak negatif terhadap
kualitas ekologi di kawasan Gunung Semeru. Kerusakan lingkungan─baik dalam
skala kecil maupun besar─ merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu pembangunan
pariwisata. Pihak BB TNBTS menyadari betul bahwa kualitas alam di Gunung Semeru
tidak boleh rusak, sebab akan merugikan generasi yang akan datang. Untuk
menyikapi permasalahan yang telah terjadi, pihak BB TNBTS telah mengeluarkan
beberapa kebijakan, yaitu:
·
Menutup tempat wisata Gunung Semeru secara temporal
Setiap
tahun, BB TNBTS menutup aktivitas pariwisata di Gunung Semeru selama sekitar empat
bulan, yaitu dari bulan Januari sampai April. Selama periode tersebut, BB TNBTS
tidak akan mengijinkan pengunjung untuk masuk ke kawasan Gunung Semeru. Pihak
BB TNBTS menyatakan bahwa penutupan Gunung Semeru dilakukan untuk alasan
konservasi alam. Selama periode dibukanya aktivitas pariwisata Gunung Semeru,
kualitas lingkungan di Semeru menurun. Penutupan ini sangat berguna untuk mengembalikan
kualitas lingkungan di Gunung Semeru. Flora dan fauna yang sebelumnya
terganggu, dapat hidup normal seperti sediakala. Tumbuhan dapat hidup dan
berkembang biak tanpa adanya ancaman dipetik atau dirusak oleh wisatawan.
Hewan-hewan juga dapat mencari makan dan membesarkan anak-anak mereka secara
bebas. Periode Januari sampai April merupakan musim penghujan. Di periode
tersebut, sering terjadi badai di Gunung Semeru. Penutupan Gunung Semeru ini
juga tepat untuk alasan keselamatan wisatawan.
Penutupan obyek wisata sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Dalam pasal 35, disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu dan
sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya
alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan
pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu. Dari sisi legalitas,
kebijakan penutupan Gunung Semeru ini sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
·
Membatasi jumlah wisatawan
Pada
akhir 2013, jumlah wisatawan yang diizinkan untuk mendaki Gunung Semeru
dibatasi hanya lima ratus orang per hari (www.solopos.com, 2014). Kebijakan pembatasan wisatawan
merupakan langkah yang baik demi menjaga kualitas lingkungan di Gunung Semeru.
Menurut data yang ada, jumlah wisatawan yang mengunjungi Gunung Semeru sebelum
kebijakan ini dikeluarkan bisa melebihi lima ratus orang. Sebagai contoh, pada
tanggal 7 Mei 2013, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Semeru mencapai 1.400
orang. Keesokan harinya yaitu pada tanggal 8 Mei 2013, ada seribu wisatawan
yang masuk (www.tempo.co, 2013).
Pembatasan jumlah wisatawan ini memang kebijakan yang tepat. Alam di Gunung
Semeru memiliki sumber daya alam tertentu yang dapat rusak apabila banyak
wisatawan yang mengunjunginya.
Penulis masih belum dapat menilai
apakah angka lima ratus sudah sesuai atau belum untuk jumlah wisatawan Semeru
per harinya. Pastinya BB TNBTS memiliki kajian tersendiri untuk menentukan
jumlah wisatawan. Jika jumlah lima ratus wisatawan ini masih berdampak negatif terhadap
kondisi lingkungan di Gunung Semeru, maka harus diadakan evaluasi kembali
terhadap kebijakan ini. Jumlah lima ratus wisatawan harus dikurangi lagi sampai
BB TNBTS mendapat angka yang ideal mengenai jumlah wisatawan per harinya. Ada
baiknya, pihak BB TNBTS mengundang pihak akademisi atau Kementerian Kehutanan
untuk melakukan riset mengenai jumlah ideal wisatawan Semeru per harinya.
Walaupun Semeru adalah bagian dari Taman
Nasional, orang-orang harus tetap diperbolehkan untuk mengunjunginya.
Mengunjungi taman nasional merupakan salah satu pendidikan supaya seseorang
dapat mengenal dan mencintai alam tempat tinggalnya. Meskipun demikian, harus
tetap ada regulasi yang menjamin bahwa taman nasional tersebut tetap lestari
walaupun dikunjungi oleh manusia.
·
Membuat sistem booking
online bagi wisatawan yang ingin berkunjung.
Kebijakan
booking online ini mulai efektif per
1 Mei 2013. Wisatawan yang ingin berkunjung ke Semeru harus melakukan
pendaftaran secara online di laman www.bromotenggersemeru.com. Kebijakan
pendaftaran secara online ini
sebenarnya bisa menjadi kebijakan komplementer untuk membatasi jumlah
wisatawan. Wisatawan yang mendaftar langsung dari Pos Ranupani tidak akan
diijinkan untuk mendaki. Semua wisatawan harus mendaftar secara online. Kebijakan ini diyakini akan memudahkan
BB TNBTS untuk melakukan pendataan terhadap wisatawan yang ingin berkunjung.
Jika pada satu hari jumlah pendaftar online
melebihi lima ratus orang, maka orang yang berada diluar kuota lima ratus
orang tersebut harus mendaftar di hari lainnya.
Implementasi dari kebijakan daftar online ini masih jauh dari harapan. Saat
penulis mengunjungi Semeru pada November 2013, situs pendaftaran online tersebut masih belum aktif.
Alhasil, penulis tetap harus mendaftar secara langsung di Pos Ranupani. Kebijakan
ini tentunya sangat membingungkan wisatawan yang ingin berkunjung ke Semeru.
·
Menaikkan tarif tiket masuk
Kenaikan
harga tiket ini akan mulai efektif pada 1 Mei 2014 (regional.kompas.com, 2014).
Kenaikan tarif tiket masuk ini sudah memiliki payung hukum, yaitu PP Nomor 12
Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Per 1 Mei 2014, tiket untuk wisatawan
asing naik dari Rp 72.500 menjadi Rp 267.500. Sementara itu, tiket masuk untuk
wisatawan lokal naik dari Rp 10.000 per orang, kini naik menjadi Rp 37.500. Di
hari libur, kenaikan tarif tiket lebih tinggi lagi. Tarif tiket untuk wisatawan
lokal naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 67.500, sedangkan untuk wisatawan asing
dari Rp 72.500 menjadi Rp 640.000.
Kebijakan menaikkan tarif tiket ini
dapat menurunkan jumlah kunjungan wisawatan yang datang ke Semeru. Masyarakat
lokal dan agen-agen perjalanan dapat dirugikan. Dengan makin sepinya wisatawan,
penerimaan masyarakat setempat akan berkurang. Bukan tidak mungkin mereka akan
kembali ke profesi awal mereka jika pendapatan mereka dari kegiatan pariwisata berkurang.
Pihak agen perjalanan juga akan dipusingkan dengan kenaikan harga tiket ini.
Mau tidak mau, mereka harus menyesuaikan tarif perjalanan yang telah mereka
tawarkan. Wisatawan yang menggunakan jasa mereka dapat mengeluh dan membatalkan
perjalanan mereka. Salah satu unsur masyarakat yang memprotes kebijakan ini
adalah Gerakan Masyarakat Peduli Pariwisata Indonesia yang mengajukan petisi
pada Kementerian Kehutanan atas rencana kenaikan harga tiket masuk ke TNBTS (http://malang-post.com, 2014).
Kenaikan harga tiket ini sebenarnya
dapat mengurangi hak asasi manusia untuk menikmati alam tempat tinggalnya.
Nantinya, hanya masyarakat kelas ekonomi mampu saja yang dapat menikmati
keindahan Gunung Semeru. Seakan-akan, alam dikomersialisasi oleh pihak-pihak
tertentu. Harusnya tidak boleh ada diskriminasi bagi setiap orang untuk
menikmati alam. Kebijakan kenaikan tarif tiket ini bisa mengurangi kesempatan
orang dengan kemampuan ekonomi yang masih lemah untuk berwisata ke Gunung
Semeru.
Dari sisi ekologi, kebijakan ini
cukup tepat untuk membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Semeru.
Lingkungan dapat lebih terjaga apabila wisatawan yang berkunjung makin sedikit.
Selain itu, uang yang didapat dari hasil penjualan tiket bisa digunakan untuk
biaya konservasi Gunung Semeru itu sendiri. Pendapatan yang diterima BB TNBTS
disetorkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pendapatan negara bukan pajak
(PNBP). Menurut data yang penulis peroleh, biaya konservasi TNBTS per tahun
malah lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh BB TNBTS per tahun. Setiap
tahunnya, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana sebesar 18 miliar rupiah untuk
biaya konservasi TNBTS (www.tempo.co, 2014).
Sedangkan pendapatan yang diperoleh BB TNBTS pada tahun 2013 saja hanya
mencapai 6 miliar rupiah. Berarti rasio antara pendapatan BB TNBTS dan biaya
konservasi ialah 1:3. Bisa dikatakan bahwa pendapatan yang diperoleh BB TNBTS
tidak dapat menutup biaya konservasi di TNBTS itu sendiri. Hal ini identik
dengan istilah “besar pasak daripada tiang”.
Dengan adanya kenaikan tarif tiket ini,
sebenarnya wisatawan dapat berkontribusi membantu pembiayaan negara untuk
konservasi Gunung Semeru. Masyarakat dan agen perjalanan yang tadinya merasa
dirugikan, akan menuai keuntungan pula dengan lestarinya kualitas lingkungan di
Gunung Semeru. Dengan masih terjaganya kualitas Gunung Semeru, maka usaha
pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan agen-agen perjalanan
masih dapat berlangsung. Kerugian yang dialami karena menurunnya jumlah
wisatawan hanyalah permasalahan jangka pendek. Dalam jangka panjang, pariwisata
di Gunung Semeru dapat terus berlangsung tanpa harus mengorbankan lingkungan.
Ada baiknya, kebijakan kenaikan tarif
tiket ini disosialisasikan kepada para pelaku pariwisata di Gunung Semeru.
Pihak Pemerintah yang diwakili oleh BB TNBTS harus menjelaskan maksud dan
tujuan dari kebijakan ini secara jelas. BB TNBTS harus menjelaskan mengenai
kepariwisataan berkelanjutan untuk Gunung Semeru. Dengan adanya sosialisasi
seperti ini, diharapkan masyarakat dan agen-agen perjalanan dapat mengetahui
arti dari pariwisata berkelanjutan. Dalam pariwisata berkelanjutan, ada salah
satu unsur yaitu unsur pendidikan yang harus ditanamkan kepada setiap aktor
yang terlibat dalam kegiatan pariwisata.
Kritik Terhadap
BB TNBTS
Sebagai
aktor lapangan yang mengurus masalah konservasi dan pariwisata, BB TNBTS
diharapkan menjadi salah satu garda terdepan dalam mewujudkan pariwisata
berkelanjutan di Gunung Semeru. Faktanya, penulis melihat bahwa kinerja BB
TNBTS masih jauh dari harapan. Kelemahan BB TNBTS ada di aspek ketegasan. Pihak
BB TNBTS masih belum tegas dalam mengawal jalannya peraturan yang mereka
ciptakan sendiri.
Peraturan tersebut adalah larangan bagi
pendaki untuk mendaki sampai ke Puncak Mahameru. Pendakian sampai ke Puncak
Mahameru sangat riskan karena kondisi kawah yang sulit diprediksi. BB TNBTS
memperbolehkan pendakian hanya sampai di Kalimati, namun banyak pendaki yang
tidak mengindahkan peraturan tersebut. Pelanggaran ini dapat disebabkan oleh
pengawasan yang lemah dari petugas BB TNBTS. Selama ini, tidak ada petugas yang
berjaga di Kalimati sehingga pendaki bebas mendaki sampai ke puncak. Sebaiknya,
BB TNBTS menempatkan beberapa petugas di Kalimati. Para petugas ini hendaknya
menginap di Kalimati. Karena suhu dingin di Kalimati pada malam hari, ada
baiknya petugas memakai sistem bergiliran (rolling
system). Petugas yang sudah berjaga di Kalimati selama satu atau dua malam,
harus diganti dengan petugas lainnya. Keberadaan petugas di lapangan ini sangat
dibutuhkan untuk menegakkan peraturan yang ada.
Kritik berikutnya ialah kinerja BB TNBTS dalam menangani masalah sampah di Gunung Semeru. Apabila pihak BB TNBTS tegas, sebenarnya permasalahan sampah di Gunung Semeru ini dapat diatasi. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh BB TNBTS, yaitu:
· Membuat peraturan bagi pendaki untuk membawa turun
sampah
Ketidaktegasan
BB TNBTS terlihat dalam masalah sampah yang ditinggalkan oleh para wisatawan.
Pihak BB TNBTS masih belum mewajibkan para wisatawan untuk membawa kembali
sampah yang mereka hasilkan pada saat mendaki. BB TNBTS hanya menghimbau para
wisatawan untuk membawa kembali sampah mereka. Tidak heran apabila Gunung
Semeru saat ini dijuluki “gunung sampah”, sebab pihak BB TNBTS sendiri masih
belum tegas dalam menyikapi permasalahan sampah. Seharusnya BB TNBTS membuat
peraturan tertulis dan disosialisasikan kepada para wisatawan yang ingin
mendaki. Bila ada wisatawan yang melanggar, maka akan ada sanksi tertentu yang
harus diberikan.
·
Menyediakan tempat sampah di beberapa titik di jalur
pendakian
BB
TNBTS dapat menaruh beberapa tempat sampah di beberapa titik untuk mencegah
wisatawan membuang sampah sembarangan. Selama ini, di sepanjang jalur pendakian
memang tidak tersedia tempat sampah. Wajar, jika para wisatawan membuang sampah
sembarangan karena tidak tersedianya tempat sampah. Tempat sampah yang dapat
diletakkan di jalur pendakian dapat berupa kantung plastik besar (trash bag). Nantinya, kantung plastik
ini akan dibawa turun oleh petugas BB TNBTS atau organisasi pencinta alam yang
menjadi mitra BB TNBTS. Atau, BB TNBTS dapat memberi insentif jika ada
wisatawan yang bersedia membawa turun kantung sampah itu.
·
Memberikan kantung plastik sampah untuk setiap
wisatawan
Ada
baiknya apabila pihak BB TNBTS memberikan satu kantung plastik sampah untuk
masing-masing wisatawan yang ingin mendaki Gunung Semeru. Kantung plastik ini
dapat diberikan pada saat pengecekan di pos Ranupani. Para wisatawan diwajibkan
untuk membawa kembali sampah yang mereka hasilkan. Di pos Ranupani, harusnya
petugas juga mengecek barang bawaan pendaki. Nantinya, petugas dapat mengecek
kesesuaian antara logistik yang dibawa dengan sampah yang dibawa turun.
Penting dilakukannya reformasi di
lingkup organisasi BB TNBTS untuk mengatasi ketidaktegasan yang ada selama ini.
Pihak BB TNBTS sebagai Unit Pelayanan Teknis (UPT) belum efektif untuk
menjalankan peraturan yang ada. Pihak Kementerian Kehutanan seharusnya
mengadakan evaluasi mengenai kinerja BB TNBTS. Dari evaluasi tersebut, nantinya
akan diketahui apa persoalan yang ada di lingkup organisasi BB TNBTS. Penting
juga bagi Kementerian Kehutanan untuk menganggarkan dana bagi pelatihan petugas
lapangan BB TNBTS. Selain itu, penulis berpendapat bahwa jumlah petugas BB
TNBTS yang beroperasi di Gunung Semeru kurang memadai. Menurut data yang ada, BB
TNBTS hanya mempunyai 20 orang personil dan hanya enam diantaranya yang
bertugas di Gunung Semeru (www.jpnn.com, 2013). Jumlah
ini kurang seimbang dengan jumlah wisatawan per harinya dapat mencapai lima
ratus orang. Efektivitas dari peraturan yang dibuat oleh BB TNBTS tergantung
dari kemampuan para petugas lapangan ini dalam melaksanakannya. Semakin bagus
kualitas petugas lapangan, semakin terjamin pula efektivitas peraturan yang
dibuat.
Kesimpulan
Peningkatan
jumlah wisatawan di Gunung Semeru satu tahun belakangan ini disebabkan oleh
dirilisnya film “5 cm”. Melalui film tersebut, informasi mengenai potensi alam
Gunung Semeru tersebar luas di masyarakat. Di satu sisi, banyak pihak yang
mendapat keuntungan dari aktivitas pariwisata di Gunung Semeru. Aktivitas
pariwisata yang terjadi di Gunung Semeru telah meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat. Para agen perjalanan wisata diuntungkan karena semakin
banyak wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Pemasukan dari tiket wisatawan
juga masuk ke kas Pemerintah Pusat. Di sisi lain, meningkatnya jumlah wisatawan
ini menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Wisatawan masih belum memiliki
kesadaran untuk menjaga lingkungan. Gunung Semeru telah tercemar oleh sampah
yang ditinggalkan oleh para wisatawan. Flora dan fauna di kawasan Gunung Semeru
terganggu kehidupannya akibat kehadiran para wisatawan. Pihak BB TNBTS telah
membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang
terjadi. Namun, eksekusi kebijakan yang dilakukan pihak BB TNBTS belum berjalan
sesuai dengan harapan.
Rekomendasi
Berikut
ini adalah beberapa rekomendasi bagi pihak BB TNBTS untuk mewujudkan pariwisata
berkelanjutan di Gunung Semeru:
· -Membenahi
sistem pendaftaran online sesegera
mungkin dalam rangka membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung
Semeru.
·
Bekerjasama
dengan pihak akademisi untuk melakukan riset tentang lingkungan di Gunung
Semeru.
· - Melakukan
sosialisasi yang intensif mengenai kebijakan menaikkan tarif tiket masuk kepada
agen-agen perjalanan dan masyarakat wisatawan.
· -Membuat
peraturan yang mewajibkan wisatawan membawa turun sampah yang mereka hasilkan.
· -Menyediakan
tempat sampah di beberapa titik di jalur pendakian.
· -Menindak
agen-agen perjalanan yang belum berbadan hukum, kemudian memberi sosialisasi
agar mereka mendaftarkan usaha mereka kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Rekomendasi
untuk Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan):
· -Melakukan
evaluasi terhadap kinerja BB TNBTS supaya mengetahui kekurangan yang dialami
dan melakukan perbaikan atas hasil evaluasi tersebut.
· -Menambah
jumlah petugas lapangan di Gunung Semeru.
· -Menambah
anggaran bagi pelatihan petugas lapangan di Gunung Semeru.
· -Melakukan
sosialisasi dan pendidikan mengenai pariwisata berkelanjutan di Gunung Semeru
pada khususnya, dan di seluruh Indonesia pada umumnya.
Rekomendasi
bagi para agen perjalanan:
· -Mendaftarkan
usahanya ke Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Sumber Buku:
De
Groot, Rudolf S. 1994.
Evaluation of Environmental Functions as a Tool in planning, Management and
Decision-Making. Den-Haag: CIP-DATA Koninkluke Bibliotheek.
Fandelli,
Chafid. 2001. Dasar-dasar Manajemen
Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberti.
Goewie, Eric, et al. 2006. What Is Sustainable
Farming? Sustainable Development Policy and Administration. Dalam Mudacumura,
Gedeon M. et al. (Ed). Sustainable Development Policy and
Administration. (pp. 189-206). Boca Raton: Taylor & Francis Group.
Holloway,
J. Christopher. 2002. The Business of
Tourism. London: Pearson Education Limited.
Muljadi, A. J. 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Olindo,
Perez. 1991. The Old Man of Nature
Tourism: Kenya. Nature Tourism: Managing for the Environment. Edited by Whelan,
Tensie. Washington, D. C.: Island Press.
Pratt,
Stephen. 2010. A Movie Map Conversion Study: A Case Study of Pride and Prejudice. Advances in Tourism Destination Marketing: Managing Network. Edited
by Kozak, Metin, Juergen Gnoth, dan Luisa L. A. Andreu. New York: Routledge.
Ramly, Nadjamuddin. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan; Belajar dari Kawasan Wisata Ancol.
Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu.
Wibisana, Andri G. 2006. Three Principles of Environmental Law: the Polluter-Pays Principle, the
Principle of Prevention, and the Precautionary Principle. Environmental Law in Development: Lessons
from the Indonesian Experience.
Edited by Faure, Michael dan Nicole Niessen. Cheltenham: Edward Elgar
Publishing Limited.
Yoeti,
Oka A. 2000. Ekowisata: Pariwisata
Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta: Pertja.
Sumber Internet:
aktual.co.
(2013, 8 Januari). Pendakian Semeru
Ditutup Hingga 24 Maret 2013. http://www.aktual.co/sosial/191049pendakian-semeru-ditutup-hingga-24-maret-2013. Diakses 22 Maret 2014, pukul 23.12 WIB.
antaranews.com.
(2013, 12 November). Dua Pendaki Hilang
di Semeru Ditemukan Selamat. http://www.antaranews.com/berita/404682/dua-pendaki-hilang-di-semeru-ditemukan-selamat. Diakses 18 Maret 2014, pukul 08.06 WIB.
bisniskeuangan.kompas.com.
(2013, 5 September). Devisa Pariwisata
2013 Ditargetkan 10 Miliar Dollar AS.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/05/1344301/Devisa.Pariwisata.2013.Ditargetkan.10.Miliar.Dollar.AS. Diakses 13 Maret 2014, pukul 08.10 WIB.
indonesiafilm.net.
(2013, 3 Agustus). Data Perolehan
Penonton Tertinggi Film Indonesia Tahun 2012. http://www.indonesiafilm.net/index.php/pelayanan/2013-08-03-17-41-58/database-jumlah-penonton-film-indonesia-berdasarkan-tahun/36-data-perolehan-penonton-2012. Diakses 23 Maret 2014, pukul 13.16 WIB.
jpnn.com.
(2013, 16 November). Pendakian Semeru
Dibuka Lagi. http://www.jpnn.com/read/2013/11/16/201188/Pendakian-Semeru-Dibuka-Lagi#. Diakses 23 maret 2013, pukul 15.16 WIB.
kabarlumajang.net.
(2012, 3 November). Pendakian Semeru
Meningkat, 90% Lewat Jalur Malang. http://kabarlumajang.net/berita-2002-pendakian-semeru-meningkat-90--lewat-jalur-malang.html. Diakses 23 Maret 2014, pukul 11.25 WIB.
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 22
September 2008. Balai Taman Nasional.
http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/4864. Diakses 15 Maret 2014,
pukul 20.21 WIB.
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Tanpa
tahun. Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. http://www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_bromo.htm. Diakses 17 Maret 2014,
pukul 16.40 WIB.
lumajangsatu.com.
(2013, 19 Agustus). Semeru Dibanjiri
Sampah Sisa Ribuan Pendaki. http://lumajangsatu.com/berita-679-gunung-semeru-dibanjiri-sampah-sisa-ribuan-pendaki.html. Diakses 15 Maret 2013, pukul 19.12 WIB.
lumajangsatu.com.
(2013, 11 Juni). Luar Biasa, Gunung Semeru
Semakin Populer Bagi Para Pendaki Pemula. http://lumajangsatu.com/berita-499-luar-biasa-gunung-semeru-semakin-populer-bagi-para-pendaki-pemula.html. Diakses 23 Maret 2014. Pukul 12.02 WIB.
malang-post.com.
(2014, 10 Maret). Tolak Tarif Baru,
Pelaku Pariwisata TNBTS Demo. http://malang-post.com/kota-malang/83390-tolak-tarif-baru-pelaku-pariwisata-tnbts-demo. Diakses 21 Maret 2014, pukul 10.29 WIB.
Prayogi, Putu Agus. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata,
Agustus 2011, Vol.1 No.1. http://www.triatmajaya.triatma-mapindo.ac.id/files/journals/2/articles/19/submission/original/19-52-1-SM.pdf. Diakses 15 Maret 2014,
pukul 21.07 WIB.
p-wec.org.
Tanpa tahun. Hindari Budaya Nyampah. http://www.p-wec.org/id/go-green/hindari-budaya-nyampah. Diakses 17 Maret 2014, pukul 20.45 WIB.
regional.kompas.
(2014, 27 Februari). Harga Tiket Masuk ke Semeru-Bromo Naik 3 Kali
Lipat. http://regional.kompas.com/read/2014/02/27/2049235/Harga.Tiket.Masuk.ke.Semeru-Bromo.Naik.3.Kali.Lipat. Diakses 20 Maret 2014, pukul 23.14 WIB.
republika.co.id.
(2014, 10 Januari). Status Semeru Masih
Siaga Dua. http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-timur/14/01/10/mz6ac8-status-semeru-masih-siaga-dua. Diakses 23 Maret 2014, pukul 11.24 WIB.
solopos.com.
(2014, 18 Maret). Sehari, Gunung Semeru
Hanya Boleh Dikunjungi 500 Orang! http://www.solopos.com/2013/10/07/sehari-gunung-semeru-hanya-boleh-dikunjungi-500-orang-454054. Diakses 18 Maret 2014, pukul 22.15 WIB.
suarasurabaya.net.
(2013, 17 April). Gunung Semeru Dijadikan
Lahan Konservasi Anggrek Langka. http://www.suarasurabaya.net/print_news/Jaring%20Radio/2013/117777-Gunung-Semeru-Dijadikan-Lahan-Konservasi-Anggrek-Langka. Diakses 23 Maret 2014, pukul 13.05 WIB.
Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra.
2006. Dampak Ekonomi, Sosial-Budaya, dan
Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan. Jurnal Manajemen Pariwisata, Juni 2006,
Volume 5, Nomor 1. http://jurnal.triatmamulya.ac.id/index.php/JMPII/article/view/11/11. Diakses 16 Maret 2014, pukul
20.51 WIB.
Subagyo. 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Liquidity Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012, hlm 153-158. http://www.liquidity.stiead.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/8-_Soebagyo-Liquidity-STIEAD.pdf. Diakses 8 Maret 2014, pukul
22.09 WIB.
tempo.co.
(2013, 23 Februari). Gara-gara 5 Cm,
Pendaki ke Semeru Melonjak Drastis. http://www.tempo.co/read/news/2013/02/23/108463203/Gara-gara-5-Cm-Pendaki-ke-Semeru-Melonjak-Drastis.
diakses 17 Maret 2014,
pukul 21.15 WIB.
tempo.co.
(2014, 8 Januari). Pulihkan Ekosistem,
Pendakian Semeru Ditutup. http://www.tempo.co/read/news/2014/01/08/243543022/Pulihkan-Ekosistem-Pendakian-Semeru-Ditutup. Diakses 17 Maret 2014, pukul 21.25 WIB.
tempo.co.
(2013, 10 Mei). Pendaki Gunung Semeru
Membludak. http://www.tempo.co/read/news/2013/05/10/204479260/Pendaki-Gunung-Semeru-Membeludak. Diakses 18 Maret 2014, pukul 22.40 WIB.
travel.detik.com.
(2013, 11 September). Cantiknya Ranu
Kumbolo, Serasa Syuting Film '5 Cm'. http://travel.detik.com/readfoto/2013/12/11/185000/2434637/1026/1/cantiknya-ranu-kumbolo-serasa-syuting-film-5-cm. Diakses 15 Maret 2014, pukul 18.50 WIB.
Sumber Ringkasan Eksekutif:
World Travel and Tourism Council. 2014. Travel and Tourism Economic Impact 2014.
Sumber Lembaran Negara:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1997. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
278/Kpts-VI/1997 tentang Penyempurnaan Data Potensi ODTWA Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.
Pemerintah
Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Nice blog ! The Nepalpart was as well very good as I belong from here and thank you for writing such a beautiful article.
BalasHapusAmazing Article!Thanks to the admin for sharing this with us.Visit Annapurna Base Camp Nepal.
BalasHapus