Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan
merupakan suatu proses perubahan yang terus-menerus menuju perbaikan di segala
bidang kehidupan masyarakat dengan berdasarkan seperangkat nilai yang dianut
yang menuntun masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang didambakan (Alam,
2007:31). Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan dapat mendatangkan
efek positif terhadap masyarakat.
Pembangunan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembangunan fisik dan pembangunan non fisik. Menurut Muljana (2001) dalam Pramana (2013: 6), pembangunan fisik adalah pembangunan yang bersifat membangun infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik ataupun lembaga yang mempunyai kegiatan produksi, logistik dan pemasaran barang dan jasa serta kegiatan kegiatan lain dibidang ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Sedangkan pembangunan non fisik adalah pembangunan yang lebih bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dari penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan fisik sifatnya tangible, sedangkan pembangunan non fisik bersifat intangible.
Negara-negara di dunia melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kemajuan ekonomi negara-negara di
dunia. Dengan adanya pembangunan, masyarakat di setiap belahan dunia dapat
memiliki lapangan pekerjaan. Pembangunan juga telah menciptakan berbagai
industri yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Hal
tersebut menandakan bahwa pembangunan memiliki efek yang positif terhadap
masyarakat.
Di sisi lain, pembangunan yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia kerap melupakan aspek lingkungan. Pembangunan hanya dianggap sebagai cara untuk mengeruk keuntungan ekonomi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Sriyanto (2007: 107) yang menyatakan bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak menyisakan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pembangunan yang telah dilakukan terbukti telah mengorbankan aspek lingkungn. Padahal lingkungan merupakan tempat tinggal makhluk hidup. Dengan rusaknya lingkungan, maka kemampuan alam untuk menyediakan kebutuhan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan menjadi berkurang. Rusaknya lingkungan juga dapat menyebabkan generasi mendatang tidak dapat hidup di bumi ini dengan layak.
Menyikapi pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, 119 negara di dunia menghadiri Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganai Lingkungan Hidup Manusia pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Konferensi tersebut menghasilkan Deklarasi Stockholm yang menyatakan bahwa perlu adanya pembangunan yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Proteksi terhadap lingkungan perlu dilakukan dengan membuat analisis mengenai dampak lingkungan sebelum pembangunan dilakukan.
Dua puluh tahun setelah Deklarasi Stockholm dibuat, 116 perwakilan negara-negara di dunia kembali berkumpul untuk menghadiri Earth Summit di Rio de Janeiro, Brasil (Dwivedi dan Khator, 2006: 117). Earth Summit merupakan Kenferensi PBB kedua mengenai lingkungan. Dalam Konferensi Rio, disepakati bahwa aspek lingkungan harus disejajarkan dengan aspek ekonomi dan sosial. Seluruh negara di dunia diharapkan memasukkan aspek lingkungan di dalam setiap kebijakan yang mereka ambil.
Dua Konferensi PBB yang dilakukan pada tahun 1972 dan 1992 memberi paradigma baru terhadap pembangunan. Sebelumnya, pembangunan hanya dianggap sebagai alat untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, sehingga lingkungan kerap dikorbankan. Paradigma tersebut bergeser menjadi pembangunan yang selaras dengan kelestarian lingkungan. Paradigma itu dikenal dengan paradigma pembangunan berkelanjutan.
Menurut Emil Salim (1992), pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Selain itu, menurut Wibawa (1991), pembangunan berkelanjutan dapat berguna dalam memenuhi kepentingan pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kepentingan mereka (Abdurrahman, 2003: 7-8). Dengan melaksanakan pembangunan berkelanjutan, maka suatu wilayah akan mendapat keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan sekaligus. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, terdapat prinsip-prinsip yang menjamin serasinya hubungan antara pembangunan dengan pelestarian lingkungan.
www.earth-in-mind.com
Di
Indonesia, komitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan sudah
dituangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. UU Nomor 23 Tahun 1997 menimbang bahwa untuk mencapai kebahagiaan
hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan
menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan. Pada tahun 2009, UU Nomor 23 Tahun 1997 diperbarui menjadi UU Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU tersebut
menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan di Indonesia sudah memiliki landasan
hukum dan harus dilaksanakan sebagai wujud pemenuhan peraturan
perundang-undangan.
Prospek pembangunan berkelanjutan di Indonesia semakin cerah ketika Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang ditunjuk menjadi pusat pembangunan berkelanjutan oleh PBB pada Oktober 2013 (popbali.com, 2013). Bali dijadikan sebagai daerah pusat pembangunan berkelanjutan di Asia Tenggara. Hal tersebut dapat menjadi kebanggaan bagi Indonesia, sebab Indonesia dapat menjadi percontohan pembangunan berkelanjutan bagi seluruh negara di dunia.
Upaya melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia juga sudah diterapkan oleh pemerintah daerah di Indonesia. Memasuki era desentralisasi, daerah diberi kewenangan oleh Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan. Berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, urusan lingkungan hidup menjadi salah satu urusan wajib yang harus diemban oleh pemerintah daerah. Hal ini menandakan bahwa pemerintah daerah dituntut untuk melakukan pembangunan sekaligus memproteksi lingkungan.
Salah satu daerah yang berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan adalah Kabupaten Badung yang terletak di Provinsi Bali. Dalam visi dan misi tahun 2010-2015, Kabupaten Badung berkomitmen mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai fungsi wilayahnya dan melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup (penataanruang.pu.go.id, tanpa tahun). Konsep pembangunan berkelanjutan yang diterapkan Kabupaten Badung juga sesuai dengan ajaran tri kita karana yang dianut oleh masyarakat Bali. Tri hita karana merupakan falsafah yang mengajarkan agar manusia dapat selaras dengan sesamanya, dengan alamnya, dan dengan Tuhannya.
Logo Kabupaten Badung
Kabupaten
Badung memiliki lima elemen dasar pembangunan berkelanjutan (Pemerintah
Kabupaten Badung, 2014: 3). Pertama adalah pro
growth, yaitu pertumbuhan berkeadilan diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan. Kedua adalah pro jobs,
yaitu penciptaan lapangan pekerjaan dan iklim usaha yang kondusif. Ketiga
adalah pro poor, yaitu percepatan
penanggulangan kemiskinan. Keempat adalah pro
culture, yaitu pelestarian dan pengembangan kearifan lokal budaya
masyarakat. Kelima adalah pro environment,
yaitu pelestarian lingkungan mengacu pada daya dukung lingkungan.
Kabupaten Badung merupakan daerah terkaya di Provinsi Bali dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013 mencapai 2 triliun rupiah. Kabupaten Badung juga merupakan Kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Provinsi Bali yang mana pada tahun 2013 mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,41 persen (Pemerintah Kabupaten Badung, 2014: 5,10). Capaian ekonomi tersebut merupakan hasil dari program pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Badung.
Sebagian besar pembangunan di Kabupaten Badung disumbang oleh sektor pariwisata. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap PAD Kabupaten Badung. Pada tahun 2013, kontribusinya mencapai 61 persen (Pemerintah Kabupaten Badung, 2014: 9). Kabupaten Badung memiliki beberapa obyek wisata unggulan yang ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara. Sektor pariwisata menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi bagi Kabupaten Badung.
Selain
mendatangkan manfaat ekonomi, kegiatan pembangunan di Kabupaten Badung telah
membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan. Aktivitas pariwisata membuat enam
pantai di Kabupaten Badung, yaitu Pantai Tanjung Benoa, Pantai Canggu, Pantai
Kuta, Pantai Legian, Pantai Nusa Dua, dan Pantai Jimbaran menjadi tercemar (www.tempo.co,
2010). Selain itu, maraknya pembangunan hotel membuat ruang terbuka hijau (RTH)
di Kabupaten Badung menjadi terbatas. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Badung Putu Eka Mertawan mengakui bahwa RTH di Kabupaten Badung sudah
rusak dan tergusur pembangunan (sains.kompas.com, 2012).
Langkah
Pemerintah Kabupaten Badung untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan
merupakan komitmen yang baik. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh
Kabupaten Badung selama ini telah merusak lingkungan. Dengan diterapkannya
pembangunan berkelanjutan, maka dapat pembangunan dapat dilakukan bersamaan
dengan pelestarian lingkungan. Dengan begitu, maka kegiatan pembangunan di
Kabupaten Badung dapat bertahan lama hingga generasi mendatang.
Gagasan mengenai pembangunan
berkelanjutan muncul setelah Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi
tersebut melahirkan ide mengenai pembangunan yang tidak mengorbankan generasi
yang akan datang. Menurut Agustina (tanpa tahun: 40) pembangunan berkelanjutan
terdiri dari tiga matra yaitu: keberlanjutan pertumbuhan ekonomi; keberlanjutan
sosial budaya; keberlanjutan kehidupan lingkungan (ekologi) manusia dan segala
eksistensinya.
Ada beragam definisi
dari mengenai pariwisata berkelanjutan. Kleden mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai jenis pembangunan yang di satu pihak mengacu pada
pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan
di lain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di
antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber daya tersebut
(Abdurrahman, 2003: 7). Kemudian, menurut World Commission on Environment and
Development (WECD), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan ekonomi di
suatu wilayah yang total sumberdaya─tenaga kerja, barang modal yang dapat
diproduksi kembali, sumber daya alam, dan sumber daya yang habis pakai─tidak
berkurang dari waktu ke waktu (An-Naf, 2005: 47).
Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Saya akan menggunakan delapan prinsip pembangunan berkelanjutan untuk melihat pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung. Menurut Djajadiningrat (1992) dalam
An-Naf (2005: 48-50), ada delapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:
·
Pemerataan dan Keadilan
Pemerataan dan Keadilan menyangkut
dimensi etika, yakni adanya kesenjangan antara negara ataupun daerah yang kaya
dan miskin serta masa depan generasi mendatang yang tidak dapat dikompromikan
dengan kegiatan generasi masa kini. Karena itu, aspek pemerataan dan keadilan
ini harus dijawab baik untuk generasi masa kini maupun untuk generasi
mendatang. Strategi dan perencanaan pembangunan harus dilandasi premis seperti:
distribusi penguasaan lahan, distribusi faktor-faktor produksi, pemerataan
peran dan kesempatan kaum wanita, kelompok marjinal, dan lain sebagainya.
·
Pendekatan Integratif
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan
antara manusia dengan alam. Manusia memengaruhi alam dengan cara-cara yang
bermanfaat atau merusak. Keberlanjutan masa depan hanya dimungkinkan bila
pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sosial dapat
dipahami dan cara-cara yang integratif
(terpadu) diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
·
Perspektif Jangka Panjang
Pembangunan berkelanjutan menyiaratkan
dilaksanakannya penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur
pengenaan discounting. Perspektif
jangka panjang merupakan visi dari pembangunan berkelanjutan sedangkan saat ini
visi jangka pendek masih mendominasi dalam pengambilan keputusan.
·
Keberlanjutan Ekologis
Keberlanjutan ekologis menjamin
keberlanjutan eksistensi bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis integritas
tatanan lingkungan harus dipelihara melalui upaya-upaya peningkatan daya
dukung, daya asimilasi, dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable resources).
·
Keberlanjutan Ekonomi
Menjamin kemajuan ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efisiensi
ekonomi. Tiga unsur utama untuk mencapai keberlanjutan ekonomi makro
yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, serta
meningkatkan kemakmuran dan distribusi kemakmuran.
·
Keberlanjutan Sosial Budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial
dan budaya dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia, dan
peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Keberlanjutan segi sosial budaya
mempunyai sasaran: stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
memelihara keanekaragaman budaya, serta mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam
pengambilan keputusan.
·
Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik dicirikan dengan
adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia, demokrasi, serta kepastian
kesediaan pangan, air dan permukiman.
·
Keberlanjutan Pertahanan dan
Keamanan
Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan
mengatasi tantangan, ancaman, gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang
langsung dan tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas,
keberlangsungan negara dan bangsa.
BAGAIMANA IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BADUNG?
Berikut ini adalah sedikit gambaran mengenai upaya pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung, ditinjau dari kedelapan prinsip pembangunan berkelanjutan (Djajadiningrat, 1992):
1.
Pemerataan dan Keadilan
Masalah pemerataan pembangunan merupakan
salah satu isu sentral di Kabupaten Badung (www.balipost.co.id,
2008). Kawasan Badung selatan merupakan kawasan yang sudah terbangun dengan
baik. Di Badung selatan, terdapat obyek-obyek wisata unggulan seperti Nusa Dua,
Pecatu, dan Kuta. Fasilitas pendukung pariwisata seperti hotel dan restoran
juga banyak terdapat di Badung selatan. Badung selatan memang dikenal dengan
sektor pariwisata.
Kawasan Badung selatan yang Ramai Wisatawan
www.abc.net.au
Lain halnya di Badung utara. Masyarakat di Badung utara lebih banyak beraktivitas di sektor pertanian. Kawasan Badung utara masih jauh tertinggal pembangunannya jika dibandingkan dengan Badung selatan. Padahal, Badung utara memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang besar. Sektor pertanian di Kabupaten Badung menyerap tenaga kerja terbesar (54 persen total angakatan kerja), namun kontribusinya terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) hanya 16 persen (www.antarabali.com, 2011). Orientasi pembangunan yang lebih mengandalkan pariwisata membuat Badung selatan mendapat perhatian yang lebih besar daripada Badung utara.
Kawasan Badung utara Merupakan Daerah Pertanian
gulalives.com
Menurut Ketua DPRD Badung AAN Oka Ratmadi, Kawasan Badung utara memiliki potensi keindahan alam yang sangat potensial dikembangkan sebagai objek dan atraksi pariwisata. Pariwisata di Badung utara dapat dikembangkan sebagai wisata alam. Panorama sawah yang memakai sistem subak dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan. Selain itu, masyarakat sekitar juga dapat menampilkan atraksi kesenian dan budaya lokal untuk menarik minat wisatawan. Hal tersebut menandakan bahwa Badung utara dapat mengandalkan sektor pertanian dan pariwisata sekaligus untuk memberdayakan masyarakat.
Pada dasarnya Kabupaten Badung dibagi menjadi tiga wilayah pembangunan yaitu Badung Utara (Kecamatan Petang dan Abiansemal), Badung Tengah (Mengwi) dan Badung Selatan (Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan). Ketiga pembagian wilayah tersebut memiliki potensi, karakteristik dan fungsinya masing-masing. Badung Utara merupakan pusat pengembangan pertanian dan konservasi, Badung Tengah berfungsi sebagai pusat pelayanan tingkat kabupaten, sedangkan Badung Selatan berfungsi sebagai pusat pengembangan pariwisata.
Wakil Bupati Kabupaten Badung I Ketut Sudikerta menyatakan bahwa pembangunan di wilayah Badung selatan dan Badung utara tidak bisa disamakan karena kulturnya berbeda (www.iyaa.com, 2012). Masyarakat Badung utara sejak dahulu sudah terbiasa dengan aktivitas pertanian, sedangkan Badung selatan sudah membuka diri terhadap aktivitas pariwisata. Pembangunan di sektor pariwisata lebih terkonsentrasi di Badung selatan dan tidak menyebar (spread effect) ke Badung utara.
Pemerintah Kabupaten Badung sudah berupaya untuk memajukan kawasan utara Kabupaten tersebut. Sektor pertanian terus dikembangkan yang ditunjang dengan pembangunan infrastruktur. Pemerintah Kabupaten Badung sudah memperbaiki jalan-jalan dan sistem pengairan tradisional (subak) yang ada di seluruh wilayah tersebut dan menghabiskan anggaran sebesar 135 miliar rupiah. Pembangunan infrastruktur dilakukan di 62 desa yang ada di enam kecamatan di Kabupaten Badung. Melalui penyediaan sarana dan prasarana yang baik, diharapkan terjadi peningkatan perekonomian masyarakat terutama di wilayah perdesaan.
2.
Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif mensyaratkan
adanya pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sosial
dapat dipahami dan cara-cara yang
integratif (terpadu) diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Kabupaten Badung telah memasukkan filosofi tri
hita karana dalam visi-misi tahun 2010-2015. Ajaran tri hita karana merupakan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
Bali pada umumnya. Visi pembangunan Kabupaten Badung adalah: Melangkah bersama
membangun Badung berdasarkan “Trihita Karana” menuju masyarakat adil sejahtera
dan ajeg.
Visi tersebut kemudian
diimplementasi dalam misi pembangunan daerah yang meliputi tiga bidang, yaitu:
·
Bidang Parhyangan (ketuhanan):
Peningkatan srada dan bhakti masyarakat
terhadap ajaran agama, serta peningkatan eksistensi
adat budaya dalam rangka mengajegkan
Bali di era kekinian.
·
Bidang Pawongan (SDM):
Meningkatkan kualitas dan daya saing
sumber daya manusia di Badung dengan langkah-langkah:
a) Menata sistem kependudukan dan
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat,
b) Meningkatkan perekonomian yang
berbasis kerakyata dan ditunjang oleh iklim kemitraan,
c) Mewujudkan kepastian hukum serta
menciptakan ketentraman & ketertiban masyarakat,
d) Mewujudkan kepemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa (good governance
& clean government)
·
Bidang Palemahan (wilayah):
a) Memantapkan pelaksanaan otonomi
daerah,
b) Mewujudkan pembangunan yang selaras
& seimbang sesuai fungsi wilayahnya,
3.
Perspektif Jangka Panjang
Beberapa kalangan menilai bahwa
Pemerintah Kabupaten Badung belum berpikir secara jangka panjang untuk
melakukan pembangunan. Contohnya dapat dilihat dari cara Pemerintah Kabupaten
Badung dalam mengatasi permasalahan banjir yang terjadi di Kuta. Tingginya
tingkat pembangunan di Badung selatan membuat tingkat ekologi wilayah tersebut berkurang.
Badung selatan sudah terlalu banyak memiliki hotel dan restoran sehingga daerah
resapan air menjadi berkurang. Pada awal 2014, Kuta dilanda banjir akibat hujan
yang turun terus-menerus (www.denpostnews.com, tanpa tahun).
Anggota DPRD Provinsi Bali I Ketut Tama Tenaya menyatakan bahwa belum ada infrastruktur jangka panjang untuk mengatasi masalah banjir di Badung selatan. Menurut Temaya, instansi yang berwenang masih bekerja seperti pemadam kebakaran, yaitu bertindak setelah kejadian terjadi. Seharusnya yang dilakukan adalah pencegahan melalui pemeliharaan dan rancangan infrastruktur untuk jangka panjang. Tenaya menyatakan bahwa infrastruktur seperti drainase sebaiknya dibangun untuk sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan. Temaya mencontohkan di kawasan Desa Bualu, walaupun sudah dibangun drainase, ternyata air hujan masih mengalir ke desa. Hal ini dikarenakan drainase yang dibuat belum berfungsi maksimal. Drainase tak mampu menampung air hujan.
Perspektif jangka panjang untuk pembangunan di Badung justru dilakukan oleh pihak-pihak di luar Pemerintah Kabupaten Badung. Melihat membludaknya pembangunan hotel di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, Pemerintah Provinsi Bali berniat untuk mengalihkan pembangunan ke Bali bagian utara yang pembangunannya masih minim. Langkah yang dilakukan adalah melakukan moratorium pembangunan hotel. Kebijakan moratorium hotel di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar dimulai pada 5 Januari 2011 sampai batas waktu yang belum dilakukan. Keputusan moratorium tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan tertuang dalam Surat Gubernur Bali No 570/1665/BPM tentang Penghentian Sementara Pendaftaran Penanaman Modal untuk Bidang Usaha Jasa Akomodasi Pariwisata (news.detik.com, 2011).
Pemerintah Pusat juga telah melakukan perencanaan jangka panjang untuk mengatasi kepadatan yang terjadi di Bali selatan. Pemerintah Pusat telah sepakat untuk mengadakan transportasi kereta api di Bali. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan MoU antara Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi Bali, dan PT Kereta Api Indonesia (lipsus.kompas.com, 2010). Jalur kereta api tersebut rencananya akan dibuat sepanjang 565 km mengelilingi Pulau Bali. Proyek ini diharapkan rampung di tahun 2015. Menurut mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jero Wacik, pembangunan jalur kereta api ini untuk mengatasi kemacetan yang ada di Bali selatan. Selain itu, pembangunan jalur kereta api ini akan membantu wisatawan menjangkau obyek wisata yang ada di seluruh Bali.
4.
Keberlanjutan Ekologis
Sebagai daerah yang mengandalkan industri
pariwisata, ada potensi bahwa lingkungan di Kabupaten Badung akan rusak. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Badung mengeluarkan tiga
belas peraturan tingkat daerah untuk memproteksi lingkungan (www.baliinspirasi.com,
2013). Peraturan-peraturan tersebut diantaranya yaitu: mengatur mengenai
pengelolaan sampah, pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran, baku mutu lingkungan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, jenis rencana usaha/kegiatan yang wajib melakukan
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), dan wajib UKL- UPL.
Peraturan tingkat Daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Badung merupakan komitmen untuk memproteksi lingkungan. Dalam implementasinya, kesadaran masyarakat dan pelaku usaha untuk memproteksi lingkungan masih minim. Rendahnya kesadaran masyarakat Badung untuk menjalankan semua aturan yang ada diakui oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup, Kabupaten Badung, I Ketut Sudarsana. Sudarsana mengatakan bahwa saat ini di kawasan Kabupaten Badung, hanya Bali Tourism Development Corporation (BTDC) yang memiliki sistem pengelolaan lingkungan hidup, terpadu dan berstandar internasional. Selebihnya, pengelolaan masih kurang, seperti kawasan Kuta yang pengelolaan lingkungannya tidak maksimal. Menyikapi rendahnya kesadaran masyarakat dan pelaku usaha, Bupati Badung tak segan-segan menyidak sekaligus menindak tegas para pelanggar aturan.
5.
Keberlanjutan Ekonomi
Dari segi ekonomi, ekonomi di Kabupaten
Badung dinilai tetap akan berlangsung di masa depan. Perekonomian Kabupaten
Badung di masa depan akan diisi oleh bisnis properti. Pariwisata Kabupaten
Badung yang diprediksi terus tumbuh membuat permintaan akan tanah meningkat.
Harga tanah di Kabupaten Badung diprediksi akan naik pesat di masa depan (popbali.com,
2013). Tanah di Kabupaten Badung kemungkinan besar akan dibangun untuk
fasilitas penunjang pariwisata seperti restoran, rumah toko, tempat
perbelanjaan, dan sebagainya.
Di masa depan, Pemerintah Kabupaten Badung berniat memajukan kawasan Badung utara. Langkah tersebut sudah dimulai oleh Pemerintah Kabupaten Badung dengan membangun infrastruktur berupa jalan dan jembatan. Jalan baru sepanjang 8 km dibangun untuk menghubungkan ruas jalan Angantaka, Darmasaba, Anggungan, Lukluk dan Kapal. Total anggaran untuk pembangunan ifrastruktur tersebut mencapai Rp30 miliar (bali.bisnis.com, 2014). Di masa depan, Badung utara diproyeksikan sebagai wilayah yang dapat memadukan sektor pertanian dan pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Badung juga berencana menggali pendapatan lain di luar sektor pariwisata. Selain ingin membangun Badung utara, Pemerintah Kabupaten Badung juga ingin membangun Badung bagian tengah terutama di Kecamatan Mengwi. Aktivitasnya akan difokuskan sebagai pusat pelayanan publik antara lain terminal regional, lokasi rumah sakit umum daerah, pusat pemerintahan, areal persawahan dan sentra industri kerajinan rumah tangga rakyat.
6.
Keberlanjutan Sosial Budaya
Keberlanjutan sosial dan budaya di
Kabupaten Badung diprediksi akan terus berlanjut di masa depan. Pariwisata
berbasis sosial dan budaya diproyeksikan menjadi yang utama bagi daerah-daerah
di seluruh Bali. Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan hal tersebut saat berkunjung ke sejumlah tempat di Bali dan
bertemu para tokoh pariwisata (indonesiatic.com, 2014)., Arief Yahya mengungkapkan
rencana pengembangan pariwisata di Bali dalam tiga aspek besar. Bali sudah lama
dikenal sebagai destinasi wisata dunia. Bali unggul dalam tiga hal yaitu alam,
budaya dan pelayanan. Oleh karena itu, pembangunan wisata di Bali di masa depan
tinggal mengatur porsi dari tiga hal ini.
Di masa depan,
pariwisata Bali akan lebih banyak mengandalkan aspek sosial dan budaya. Keunggulan
budaya akan dikembangkan dalam produk wisata antara lain wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan
belanja, serta wisata kota dan desa. Pengembangan produk wisata yang mengandalkan
kekuatan sosial dan budaya memiliki porsi sekitar 60 persen. Keunggulan alam
akan dikembangkan dengan produk wisata bahari, wisata ekologi, dan wisata
petualangan. Porsi pengembangan wisata alam sebesar 35 persen. Sedangkan untuk
pelayanan akan dikembangkan sebagai wisata MICE (meeting, incentive, conference, dan exhibition), wisata olahraga, dan wisata kawasan terpadu (integrated resort) yang porsinya sebesar 5 persen.
Pemerintah
Kabupaten Badung telah melakukan berbagai cara untuk melestarikan aspek sosial
dan budaya di tengah ramainya industri pariwisata. Kabupaten Badung
mengembangkan produk kepariwisataan mengacu pada tren pasar pariwisata.
Pariwisata tetap berada pada koridor pengembangan produk pariwisata yang
berbasis sumber daya lokal, mengarah kepada kepemilikan oleh masyarakat selaku
pelaku usaha, tidak menyebabkan terjadinya migrasi lapangan usaha dari primer
ke sekunder atau tersier, mengupayakan rendahnya alih fungsi lahan pertanian,
serta mengkonsumsi sumber daya alam dan energi yang tidak terlampau besar.
Pemerintah Kabupaten
Badung mencanangkan beberapa desa wisata untuk tetap dapat melestarikan budaya
lokal sekaligus menggali nilai tambah bagi masyarakat. Bupati Badung mengatakan
bahwa daya tarik Badung terletak pada karakter khas wilayah, tidak diarahkan
untuk mengubah wajah desa dan rural menjadi urban atau kosmopolitan, namun
mampu menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru berskala mikro kecil menengah.
Badung telah mengembangkan Desa Sangeh, Desa Pangsan Petang dan Desa Sekar
Mukti yang tertuang pada Peraturan Bupati Badung No.47/2010 tentang Penetapan Desa
Wisata. Telah ada sebelas desa yang dipersiapkan sebagai Desa Wisata di
Kabupaten Badung. Pemkab Badung juga menghidupkan kembali kawasan Jagapati,
Angantaka, Sedang (JAS) sebagai kampung industri kerajinan patung, sekaligus
memperkuat akses pasar para pengerajin dengan melibatkan peran serta industri
pariwisata di Badung dan Bali pada umumnya.
Desa Sangeh, Salah Satu Desa Wisata di Kabupaten Badung
wisatabaliutara.com
Bupati Badung
mengatakan bahwa Badung membangun sinergi yang lebih konkrit dengan kalangan
pelaku dan industri pariwisata. Dengan kehadiran program petani mandiri
sejahtera Pemerintah Kabupaten Badung memfasilitasi dan mendukung para petani
untuk mengembangkan produk pertanian organik. Produk petani ini diharapkan
dapat diserap secara berkelanjutan dengan pola kerja sama dan sistem Bapak
Angkat (majalahbalidwipa.com, 2014).
Langkah Pemerintah Kabupaten Badung untuk melestarikan aspek sosial dan budaya semakin kuat dengan adanya festival budaya tahunan yang digelar di Kabupaten Badung. Ada dua festival budaya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Festival pertama adalah Festival Seni Budaya Badung (FSBB). FSBB adalah ajang bagi generasi muda untuk mengasah, melestarikan seni budaya dan merupakan ruang terbuka bagi generasi muda untuk berkarya serta berkreativitas (www.balipost.co.id, 2012). Melalui festival ini dapat dipersiapkan sedini mungkin SDM yang mempunyai etika dan karakter serta berpengaruh kepada masyarakat. Oleh karenanya, festival budaya ini terus diupayakan dan ditingkatkan kualitasnya. Di samping itu, kegiatan ini sejalan dengan lima prinsip dasar pembangunan di Kabupaten Badung dalam upaya pelestarian seni dan budaya (Pro Culture).
Festival Seni Budaya Badung
griyagawe.files.wordpress.com
Festival budaya yang kedua
adalah Festival Budaya Pertanian (FBP). FBP adalah wujud konkrit komitmen Pemerintah Kabupaten
Badung dalam melakukan inovasi untuk mengelola potensi ekonomi daerah.
Terbangunnya sinergitas antara sektor pertanian, pariwisata dan industri
kerajinan yang dikemas dalam festival ini, sekaligus merupakan jawaban terhadap
pandangan publik yang sering beranggapan bahwa Kabupaten Badung seolah-olah
hanya berkutat dengan pembangunan pariwisata.
7.
Keberlanjutan Politik
Aspek politik merupakan hal penting dalam
pembangunan berkelanjutan. Aspek politik dapat menggambarkan bentuk komitmen
para pengambil kebijakan terhadap pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Di
Kabupaten Badung dan daerah otonom lain, keberlanjutan suatu kebijakan
merupakan hal yang tidak dapat dipastikan. Masa jabatan seorang kepala daerah
maksimal hanya dua periode. Setelah seorang kepala daerah tidak lagi menjabat,
kepala daerah penggantinya dapat meneruskan atau tidak meneruskan program yang
ada sebelumnya.
Komitmen politik telah dibuat oleh Bupati Badung periode 2010-2015. Komitmen tersebut telah dimasukkan dalam visi-misi Kabupaten Badung tahun 2010-2015. Bupati Gde Agung belum tentu terpilih lagi untuk periode berikutnya. Secara politik, keberlanjutan program pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung dapat tidak dilanjutkan oleh Bupati berikutnya. Komitmen pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung hanya dimasukkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Badung. Untuk keberlanjutan jangka panjang, sebaiknya komitmen pembangunan berkelanjutan dimasukkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Paling tidak, pembangunan berkelanjutan hanya dapat berlangsung selama lima tahun. Dalam hal ini, keberlanjutan politik pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung masih belum dapat diwujudkan dalam jangka panjang.
Keberlanjutan politik setidaknya dapat dilihat dari pengesahan tiga belas peraturan tingkat daerah yang telah dikeluarkan oleh Bupati Badung. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Badung telah mengeluarkan tiga belas peraturan tingkat daerah untuk memproteksi lingkungan. Apabila peraturan-peraturan tersebut tidak direvisi atau dicabut, maka pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung dapat berlangsung di masa depan.
8.
Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Keberlanjutan pertahanan dan keamanan
ditandai dari kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman,
gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung dan tidak langsung
dapat membahayakan integritas, identitas, keberlangsungan negara dan bangsa. Sebagai
daerah tujuan wisata global, Kabupaten Badung tidak luput dari ancaman
eksternal yang dapat mengganggu keamanan dan ketenteraman. Hal tersebut dapat
menghambat jalannya pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Badung.
Menurut Guru Besar Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Gede Pitana, ancaman eksternal yang dapat merusak Bali adalah globalisasi (www.wisatamelayu.com, 2008). Pesatnya industri pariwisata membuat Bali ramai dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Investor juga ramai datang ke Bali untuk menanamkan modalnya. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya nilai-nilai dari luar yang dapat mengikis nilai-nilai asli yang dianut masyarakat Bali.
Meskipun Bali menghadapi kenyataan globalisasi, masyarakat Bali tetap dapat membentengi dirinya agar nilai-nilai asli Bali tidak terkikis. Menurut I Gede Pitana, masyarakat Bali tetap dapat memperkuat jati diri dengan melestarikan budaya yang sudah diwariskan turun-temurun dari nenek moyang. Bahkan, Masyarakat Bali dapat mengubah ancaman tersebut menjadi peluang. Adanya pelestarian budaya dan pembangunan pariwisata dalam waktu yang bersamaan, membuat masyarakat Bali dapat meraih keuntungan ekonomi dan melestarikan budaya sekaligus.
Ancaman lain yang muncul dari adanya aktivitas pariwisata di Kabupaten Badung adalah terorisme. Pada tahun 2002 dan 2005, Kabupaten Badung mendapat serangan bom. Bom pada tahun 2002 terjadi di Legian. Serangan bom pada tahun 2002 membuat 202 orang tewas dan 209 orang luka-luka atau cedera. Mayoritas korban merupakan wisatawan asing. Kemudian, serangan bom pada tahun 2005 terjadi di Kuta dan Jimbaran. Serangan bom tahun 2005 membuat 23 orang tewas dan 196 orang terluka. Ancaman terorisme yang terjadi dapat mencoreng nama Indonesia secara keseluruhan. Kepercayaan masyarakat internasional untuk berkunjung ke Indonesia akan berkurang. Tentu hal tersebut dapat menghambat jalannya perekonomian masyarakat.
Menyadari akan adanya ancaman terorisme dan keamanan lainnya, Pemerintah Kabupaten Badung telah melakukan upaya pencegahan. Pemerintah Kabupaten Badung melatih aparat desa dan kelurahan untuk membantu mencegah aksi terorisme (fajarbali.co.id, 2012). Aparatur Pemerintah Desa dan Kelurahan dilatih menjadi intelijen, yang dapat mendeteksi secara dini, menanggulangi, dan menangani situasi potensi konflik dan keamanan didaerahnya. Melalui Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Kabupaten Badung, digelar Pelatihan Intelijen Untuk Aparat Pemerintah Desa dan Kelurahan se-Kabupaten Badung di September 2012. Tujuan pelatihan tersebut yakni untuk memberikan pemahaman tentang pengetahuan intelijen kepada aparat Pemerintah Desa dan Kelurahan di Kabupaten Badung, menyamakan gerak dan langkah antarkomunitas intelejen dalam penanganan potensi konflik baik vertikal maupun horizontal, menumbuhkan rasa kepedulian, dan meningkatkan rasa kepekaan terhadap perkembangan situasi dan kondisi di wilayah masing-masing.
Kesimpulan
Dari delapan prinsip pembangunan
berkelanjutan, Kabupaten Badung telah menerapkan lima diantaranya. Kelima
prinsip tersebut adalah: pendekatan integratif, keberlanjutan ekonomi,
keberlanjutan ekologis, keberlanjutan sosial budaya, dan keberlanjutan pertahanan
dan keamanan. Pendekatan integratif ditandai dari adanya ajaran tri hita karana dalam visi-misi
Kabupaten Badung tahun 2010-2015. Keberlanjutan ekonomi ditandai dengan adanya
prospek bisnis properti yang baik di masa depan dan komitmen Pemerintah Kabupaten
Badung untuk meratakan pembangunan ke Badung utara. Keberlanjutan ekologis
ditandai dengan adanya komitmen Pemerintah Kabupaten Badung untuk memproteksi
lingkungan melalui pengesahan tiga belas peraturan tingkat daerah mengenai
lingkungan hidup. Keberlanjutan sosial budaya ditandai dengan adanya proyeksi
di masa depan yang menyatakan bahwa pariwisata berbasis budaya akan mengisi 60
persen pariwisata di Bali. Pemerintah Kabupaten Badung juga mengadakan festival
budaya tahunan yaitu Festival Seni Budaya Badung serta Festival Budaya
Pertanian. Terakhir, keberlanjutan pertahanan dan keamanan ditandai dari adanya
langkah Pemerintah Kabupaten Badung yang melatih aparat desa dan kelurahan
untuk menjadi intelijen agar dapat mencegah tindak terorisme dan ancaman
keamanan lainnya.
Kabupaten Badung belum dapat melaksanakan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu: pemerataan dan keadilan, perspektif jangka panjang, dan keberlanjutan politik. Pemerataan dan keadilan belum nampak dikarenakan adanya ketimpangan pembangunan antara Badung bagian selatan yang maju dengan Badung bagian utara yang masih minim pembangunan. Di masa depan, Pemerintah Kabupaten Badung berkomitmen untuk menyamakan pembangunan antara Badung selatan dan Badung utara. Perspektif jangka panjang belum terlihat karena Pemerintah Kabupaten Badung masih berpikir jangka pendek dalam mengatasi masalah banjir. Terakhir, keberlanjutan politik mengenai pembangunan berkelanjutan belum kuat karena komitmen mengenai pembangunan berkelanjutan hanya dimasukkan dalam dokumen RPJMD, bukan RPJPD.
Rekomendasi
1. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Badung
segera melakukan pembangunan di Badung utara. Pembangunan di Badung utara
dikhususkan pada pembangunan pertanian, sehingga cocok dengan kultur masyarakat
setempat.
2. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Badung
membuat infrastruktur yang tahan puluhan tahun untuk mengatasi masalah banjir
di Badung selatan.
3. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Badung
memasukkan komitmen pembangunan berkelanjutan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah agar keberlanjutan politik dapat terjaga.
Sumber
Buku:
Alam, S. 2007. Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI. Jilid Kedua. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Dwivedi, O.P. dan Renu Khator. 2006.
Sustaining Development: The Road from Stockholm to
Johannesburg. Dalam Mudacumura, gedeon, et.al.
(Ed.). Sustainable Development Policy and
Administration. (pp. 113-134). Boca Raton: Taylor & Francis Group.
Sumber
Karya Tulis Ilmiah:
Abdurrahman. 2003. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia.
Makalah Disampaikan pada Seminar Hukum Pembangunan Nasional VIII, di Denpasar
14-18 Juli 2003.
Agustina, Ina Helena. Tanpa Tahun. Kajian tentang Konsep Keberlanjutan pada
Beberapa Kota
Baru dan Permukiman Skala Besar. Jurnal PWK Unisba. Pp. 38-55.
An-Naf, Julissar. 2005. Pembangunan Berkelanjutan dan Relevansinya
untuk Indonesia. Jurnal Madani,
Edisi II/Nopember 2005.
Pramana, Gilang. 2013. Pembangunan Fisik dan Non Fisik di Desa
Badak Mekar Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai
Kartanegara. eJournal
Ilmu Adminstrasi Negara Volume 1, Nomor 1, 2013.
Sriyanto. 2007. Kondisi Lingkungan Hidup di Jawa Tengah dan Prospek Pembangunan Ke Depan.
Jurnal Geografi, Volume 4 No. 2 Juli
2007. Pp 107-113.
Sumber
Internet:
bali.bisnis.com. 2014, 20 Agustus. Pemkab Badung Bangun Infrastruktur Kawasan
Utara, Anggaran Rp30 Miliar.
http://bali.bisnis.com/m/read/20140820/16/46457/pemkab-badung-bangun-infrastruktur-kawasan-utara-anggaran-rp30-miliar. Diakses 16 November 2014, pukul 20:40 WIB.
baliinspirasi.com. 2013, 27 Agustus. Pemkab Badung Keluarkan 13 Perda Pengelolaan Lingkungan Hidup.
http://www.baliinspirasi.com/news/item/8-pemkab-badung-keluarkan-13-perda-pengelolaan-lingkungan-hidup.html. Diakses 16 November 2014, pukul 15:49 WIB.
fajarbali.co.id. 2012, 25 September. Waspada Ancaman Terorisme, Badung Latih
Aparat Desa dan Kelurahan.
http://fajarbali.co.id/index.php/home/home/151-waspada-ancaman-terorisme-badung-latih-aparat-desa-dan-kelurahan.html. Diakses 17 November 2014, pukul 21:00 WIB.
indonesiatic.com. 2014, 10 November. Pembangunan Wisata Bali di Masa Depan
Menurut Menpar.
http://indonesiatic.com/news/read//6/pembangunan-wisata-bali-di-masa-depan-menurut-menpar.html. Diakses 17 November 2014, pukul 16:41 WIB.
lipsus.kompas.com.
2010, 27 Desember. Bali Akan Punya KA
Wisata. http://lipsus.kompas.com/holidayfestive/read/2010/12/27/16010476/Bali.Akan.Punya.KA.Wisata. Diakses 16 November 2014, pukul 15:34 WIB.
majalahbalidwipa.com.
2014, Juni. Pariwisata Budaya dan
Lingkungan ala Badung. http://majalahbalidwipa.com/pariwisata-budaya-dan-lingkungan-ala-badung/. Diakses 17 November 2014, pukul 17:11 WIB.
news.detik.com. 2011, 9 Februari. Gubernur Bali Stop Pembangunan Hotel di Bali Selatan. http://news.detik.com/read/2011/02/09/152943/1567860/10/gubernur-bali-stop-pembangunan-hotel-di-bali-selatan. Diakses 29 April 2014, pukul 17.27 WIB.
Pemerintah Kabupaten Badung. 2014. Data Capaian Kinerja Hasil Pembangunan
Kabupaten Badung Tahun 2010-2014.
https://www.dropbox.com/sh/yk8tzee41056bi4/AACfqkKI7TnjuD70fRnUvWtta/Data%20all.pdf?dl=0. Diunduh 15 November 2014, pukul 15:48 WIB.
penataanruang.pu.go.id. Tanpa Tahun. Kabupaten Badung Membangun Wilayah Dengan Prinsip “Trihita Karana“.
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data_artikel/profil%20wilayah%20kabupaten%20badung.pdf. Diunduh 15 November 2014, pukul 15:28 WIB.
popbali.com. 2013, 6 Oktober. Bali Jadi Pusat Pembangunan Berkelanjutan
Untuk Asia Tenggara.
http://popbali.com/bali-jadi-pusat-pembangunan-berkelanjutan-untuk-asia-tenggara/. Diakses 15 November 2014, pukul 13:03 WIB.
sains.kompas.com. 2012, 26 Mei. Ruang Terbuka Hijau Tergerus Pembangunan. http://sains.kompas.com/read/2012/05/26/05434185/Ruang.Terbuka.Hijau.Tergerus.Pembangunan. Diakses 15 November 2014, pukul 16:19 WIB.
www.antarabali.com. 2011, 17 Juli. Kontribusi Pertanian terhadap PDRB Rendah. http://www.antarabali.com/berita/12328/kontribusi-pertanian-terhadap-pdrb-rendah.
Diakses 16 November 2014, pukul 12:09 WIB.
www.balipost.co.id.
2008, 11 Februari. Mengatasi Kesenjangan
Pembangunan di Badung. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/2/11/o2.htm. Diakses 16 November 2014, pukul 11:16 WIB.
www.balipost.co.id. 2012, 3 November. Bupati Gde Agung Buka FSBB 2012. http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=15&id=71210. Diakses 17 November 2014, pukul 17:32 WIB.
www.denpostnews.com. Tanpa Tahun. Antisipasi Banjir di Kutsel, Drainase Harus Dirancang Jangka Panjang.
http://www.denpostnews.com/badung/antisipasi-banjir-di-kutsel-drainase-harus-dirancang-jangka-panjang.html. Diakses 16 November 2014, pukul 15:00 WIB.
www.iyaa.com.
2012, 20 September. Pemerataan
Pembangunan Di Badung Harus Perhatikan Kultur.
http://www.iyaa.com/berita/nasional/umum/2143324_1124.html. Diakses 16 November 2014, pukul 11:37 WIB.
www.tempo.co.
2010, 29 Juli. Enam Pantai di Kabupaten
Badung, Bali, Tercemar. http://www.tempo.co/read/news/2010/07/29/179267304/Enam-Pantai-di-Kabupaten-Badung-Bali-Tercemar. Diakses 15 November 2014, pukul 16:20 WIB.
www.wisatamelayu.com. 2008, 22 Juni. Bali Mampu Ubah Ancaman Pariwisata Jadi Peluang.
http://www.wisatamelayu.com/id/news/4958-Bali-Mampu-Ubah-Ancaman-Pariwisata-Jadi-Peluang. Diakses 17 November 2014, pukul 08:05 WIB.
Sumber
Lembaran Negara:
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Kementerian Sekretariat Negara Republik
Indonesia. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
2007. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar